REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah setelah bergerak di zona hijau sepanjang perdagangan Jumat (19/8/2022). IHSG ditutup melemah tipis 0,20 persen ke level 7.172,43.
Penurunan empat saham bank jumbo menjadi pemberat pergerakan IHSG hari ini. BBNI, BBCA dan BMRI terpangkas lebih dari 1 persen. Sementara BBRI melemah 0,69 persen.
Dari Asia, Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan investor mencerna rilis data inflasi inti Jepang yang naik 2,4 persen yoy di bulan Juli, sesuai estimasi dan lebih cepat dari kenaikan 2,2 persen yoy di bulan Juni.
Meskipun inflasi inti sudah berada di atas target 2 persen selama 4 bulan beruntun, bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BOJ) kemungkinan besar masih akan mempertahankan kebijakan moneter yang super longgar.
"Hal ini mengingat tingkat inflasi Jepang yang masih rendah di bandingkan dengan tingkat inflasi di negara-negara maju lainnya," kata Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Jumat (19/8/2022).
Indeks saham di Asia sore ini mayoritas di tutup turun setelah tidak kurang empat pejabat bank sentral AS, Federal Reserve, mempertegas komitmennya untuk terus menaikan suku bunga acuan.
Dua pejabat Federal Reserve yang memiliki hak suara (voting right) dalam Federal Open Market Committee (FOMC), James Bullard dari St Lous dan Esther George dari Kansas, menekankan, bank sentral AS akan terus menaikkan suku bunga acuan hingga inflasi turun mendekati target 2 persen.
Sementara itu, pejabat Federal Reserve tanpa hak suara dalam FOMC, Mary Daly dari San Francisco mengatakan Federal Reserve tidak akan terburu-buru dalam mengubah kebijakannya tahun depan. Ini berlawanan dengan ekspektasi investor bahwa suku bunga acuan akan mulai di turunkan sebelum akhir tahun 2023.
"Investor masih mempunyai ekspektasi kenaikan suku bunga 50 bps di bulan September, namun melihat risiko yang semakin besar dengan saat ini sekitar 40 persen probabilitas suku bunga akan naik sebesar 75 bps," kata Phillip Sekuritas Indonesia.
Suku bunga acuan Federal Fund Rate (FFR) diramalkan akan mencapai puncaknya paling tidak di level 3,5 persen, meskipun sejumlah pejabat Federal Reserve memberi argumentasi suku bunga akan berada di level 4 persen atau bahkan lebih.