Jumat 19 Aug 2022 19:21 WIB

Kenaikan Harga Pertalite di Saat Masyarakat Belum Sepenuhnya Pulih Secara Ekonomi

Luhut sudah meminta masyarakat bersiap-siap dengan rencana kenaikan Pertalite.

Red: Indira Rezkisari
Petugas membantu pengendara motor mengisi bensin Pertalite di Jakarta, Ahad (14/8/2022). Kementerian Keuangan meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan BBM subsidi jenis Pertalite agar tidak semakin membebani APBN. Tercatat hingga Juli 2022 bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite sudah disalurkan 16,8 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas membantu pengendara motor mengisi bensin Pertalite di Jakarta, Ahad (14/8/2022). Kementerian Keuangan meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan BBM subsidi jenis Pertalite agar tidak semakin membebani APBN. Tercatat hingga Juli 2022 bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite sudah disalurkan 16,8 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Intan Pratiwi, Amri Amrullah, Antara

Sinyal mengenai rencana kenaikan harga BBM Pertalite semakin jelas. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kemungkinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite pekan depan.

Baca Juga

Menurut Luhut dalam acara Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, yang dipantau secara daring, Jumat (19/8/2022), Presiden Jokowi telah mengindikasikan pemerintah tidak bisa terus mempertahankan harga solar dan Pertalite di harga saat ini. "Itu modeling ekonominya saya kira sudah dibuat, nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa, bagaimana, mengenai kenaikan harga ini. Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian, karena kita harga BBM termurah se-kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," katanya.

Luhut mengakui Indonesia sudah cukup baik menjaga laju inflasi di level yang terkendali saat ini. Inflasi Indonesia pada Juli 2022 tercatat sebesar 4,94 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi Indonesia masih lebih rendah dari sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat yang mencapai 8,5 persen, Uni Eropa sebesar 8,9 persen, bahkan Turki sudah mencapai 79,6 persen.

Namun, capaian inflasi ini melebihi dari batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen. Luhut pun telah meminta timnya untuk membuat modeling kenaikan inflasi. Menurut dia, meski saat ini masih tergolong terkendali, laju inflasi akan sangat bergantung pada kenaikan solar dan Pertalite yang masih disubsidi pemerintah.

Ia pun meminta masyarakat untuk bersiap untuk kemungkinan adanya kenaikan harga BBM. Pasalnya, pemerintah juga harus menekan terus meningkatnya beban subsidi di APBN.

"Karena bagaimanapun, tidak bisa kita pertahankan demikian. Jadi tadi, mengurangi pressure (tekanan) ke kita karena harga crude oil (minyak mentah) naik, itu kita harus siap-siap," pintanya.

Luhut mengungkapkan, kenaikan harga Pertalite dan solar menjadi satu dari sejumlah strategi untuk bisa menekan beban subsidi, selain pengurangan mobil-mobil berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik, dan implementasi B40. "Subsidi kita kemarin Rp 502 triliun, kita berharap kita bisa tekan ke bawah, tadi dengan pengurangan mobil-mobil combustion, diganti dengan listrik, kemudian B40, serta menaikkan harga Pertalite yang kita subsidi cukup banyak dengan solar," katanya.

Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di Kementerian ESDM pun membenarkan bahwa volatilitas harga minyak dunia membuat pemerintah harus mengambil keputusan dalam harga jual BBM. Kata dia, pemerintah tetap waspada atas lonjakan harga minyak dunia pada kuartal empat ini mengingat demand minyak masih tinggi untuk listrik.

"Terutama di negara yang ada musim dinginnya, permintaannya pasti naik dan akan mempengaruhi harga. Kita harus antisipasi ini," ujar Arifin, Jumat (19/8/2022).

Kenaikan harga Pertalite dipastikan akan berimbas ke banyak hal, terutama harga barang dan pangan. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menjelaskan ketika harga Pertalite naik, maka mekanisme pasar pasti langsung akan berjalan. "Sehingga ketika harga harga naik, pengendalian inflasi susah dilakukan," ujar Faisal.

Faisal menjelaskan efek domino dari kenaikan harga BBM bahkan bisa menyasar kepada penyaluran kredit. Sebab, jika inflasi sudah tinggi maka Bank Indonesia bukan tidak mungkin mempercepat kenaikan suku bunga maupun menaikkan acuan suku bunga.

Baca juga : Ekonom: Kenaikan Harga BBM Picu Jumlah Orang Miskin Baru

"Kalau sudah dinaikkan, dampaknya ke mana mana. Kalau inflasi sudah tinggi otoritas moneter maka menaikan tingkat suku bunga lebih cepat atau lebih tinggi kalau inflasinya di atas 6 persen. Maka, efek domino kan ke penyaluran kredit usaha dan instrumen lain," ujar Faisal.

Jika pemerintah berdalih untuk membuat jaring pengaman sosial, menurut Faisal ini agak sulit. Sebab, dengan adanya jaring pengaman sosial sama saja memindahkan subsidi ke bansos. "Dan ini sebenarnya tidak cukup. Karena real incomenya turun dan daya beli pasti juga turun," ujar Faisal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement