REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita sering dikenalkan kepada orang-orang di sekitar Nabi Muhammad SAW melalui kehidupan dan cara pandangnya. Meskipun ada alasan bagus untuk ini, akan sangat bermanfaat untuk mempelajari para sahabat Rasul sebagai individu. Mereka adalah orang-orang yang Allah (SWT) sebut dalam Alquran:
"...Bangsa terbaik yang dihasilkan (sebagai contoh) bagi umat manusia". (QS. Al-Baqarah:110)
Dilansir About Islam, penting untuk melihat kehidupan para istri Nabi SAW yang terhormat dan terhormat untuk memahami bahwa mereka juga adalah manusia yang hidup, makan, tertawa, dan berjuang untuk menyenangkan Allah SWT. Setelah Nabi, bisakah ada contoh yang lebih baik bagi kita daripada Ibu-Ibu Mukminin yang semuanya dijanjikan surga?
Di antara istri Nabi Muhammad SAW, Ummu Habibah yang teguh, bersahaja, dan sangat diplomatis. Ummu Habibah (RA) adalah putri Abu Sufyan, salah satu penentang Islam yang paling kuat sampai dia masuk Islam setelah penaklukan Makkah. Namun, sebelum Abu Sufyan dibimbing ke Islam, dia adalah seorang kepala suku Quraisy, dan memimpin musuh-musuh Islam berperang melawan Muslim.
Imannya tak tergoyahkan
Terlepas dari kekuasaan, pengaruh, dan kebencian ayahnya terhadap Islam, Umm Habibah mengakui kebenaran ketika itu datang kepadanya. Dan dia menerima Islam, tahu betul konsekuensi apa yang bisa dia hadapi dari ayah, keluarga, dan sukunya.
Terlepas dari semua ini, Ummu Habibah secara terbuka menyatakan syahadat (kesaksian iman) pada saat umat Islam menghadapi tentangan yang intens dan penganiayaan kejam di tangan ayahnya sendiri. Ketika orang-orang kafir Quraisy, yang mencari petunjuk Abu Sufyan, menyadari dia sangat tidak senang dengan penerimaan Islam oleh Ummu Habibah, mereka menjadi terdorong dan mulai memperlakukan Muslim di Makkah dengan lebih keras.
Bagi umat Islam, kehidupan di Makkah menjadi tak tertahankan. Jadi, Nabi SAW memerintahkan umat Islam yang paling berisiko di Makkah untuk bermigrasi ke Abyssinia. Karena ketokohan ayahnya, Umm Habibah termasuk di antara mereka yang paling berisiko disiksa dan lebih parah lagi.
Sekarang dia berada di negeri asing setelah menyaksikan kematian iman suaminya dan kemudian kematian tubuhnya, dan imannya tetap tak tergoyahkan dalam menghadapi ujian-ujian ini.