Sabtu 20 Aug 2022 00:27 WIB

Krisis Tigray Minim Perhatian, Dirjen WHO: Mungkin Karena Warna Kulitnya

Krisis Tigray merupakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Seorang wanita Ethiopia berdebat dengan yang lain tentang alokasi kacang polong kuning setelah didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada 8 Mei 2021. Pemerintah Ethiopia pada Kamis, 18 Agustus. , 2022 mengkritik sebagai
Foto: AP Photo/Ben Curtis
Seorang wanita Ethiopia berdebat dengan yang lain tentang alokasi kacang polong kuning setelah didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada 8 Mei 2021. Pemerintah Ethiopia pada Kamis, 18 Agustus. , 2022 mengkritik sebagai

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyoroti minimnya perhatian internasional terhadap krisis yang berlangsung di Tigray, Ethiopia. Dia menduga ada unsur rasialisme tentang mengapa komunitas internasional tak memberi kepedulian lebih pada isu tersebut.

Tedros menilai, krisis Tigray merupakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Sebanyak 6 juta orang yang tinggal di wilayah itu tak dapat mengakses layanan dasar. Tedros pun mempertanyakan mengapa situasi di Tigray tak mendapat perhatian yang sama dengan konflik Ukraina.

Baca Juga

“Saya belum pernah mendengar dalam beberapa bulan terakhir ada kepala negara yang berbicara tentang situasi Tigray di mana pun di negara maju. Mengapa? Mungkin alasannya karena warna kulit orang-orang di Tigray,” kata Tedros, dikutip laman the Guardian, Kamis (18/8/2022).

Tedros diketahui beretnis Tigrayan dan Tigray adalah kampung halamannya. Dia menjabat sebagai menteri kesehatan di Ethiopia saat negara tersebut dipimpin Front Pembebasan Rakyat Tigrayan (FPRT).  Saat ini pemerintahan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed berkonfrontasi dengan FPRT.

Abiy Ahmed telah berulang kali menuduh Tedros sebagai pendukung kelompok pemberontak di Tigray. Namun Tedros membantah tudingan tersebut. Konflik sipil di Ethiopia pecah pada November 2020. Pasukan federal Ethiopia berusaha menumpas pasukan Tigrayan. Konflik telah memicu krisis kemanusiaan serius.

Sepanjang konflik berlangsung, hanya sedikit bantuan kemansuiaan yang bisa mencapai masyatakat Tigray. Bantuan telah mulai mengalir lebih banyak dalam beberapa bulan terakhir. Namun bantuan itu dipandang tak memadai untuk memenuhi kebutuhan jutaan orang di Tigray. Dimulainya kembali layanan dasar dan perbankan tetap menjadi tuntutan utama para pemimpin regional Tigray. Mereka masih melarang jurnalis memasuki wilayah tersebut. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement