Jumat 19 Aug 2022 22:20 WIB

Pengamat Bertanya-tanya, Mengapa Hanya 5 Polisi Kena Obstruction of Justice?

Penuntasan skanda rombongan polisi menutupi kasus pembunuhan terancam antiklimaks.

Red: Teguh Firmansyah
Ketua Tim Gabungan Khusus Polri yang juga Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto (tengah) bersama Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto (kedua kiri) memberikan keterangan saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/8/2022). Polri menetapkan istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi sebagai tersangka pada kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, berdasarkan pemeriksaan mendalam dengan scientific crime investigation, alat bukti dan gelar perkara.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Ketua Tim Gabungan Khusus Polri yang juga Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto (tengah) bersama Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto (kedua kiri) memberikan keterangan saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/8/2022). Polri menetapkan istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi sebagai tersangka pada kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, berdasarkan pemeriksaan mendalam dengan scientific crime investigation, alat bukti dan gelar perkara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpendapat penuntasan skandal rombongan personel Polri yang terlibat menghalangi penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana Brigadir J akan antiklimaks.

"Kalau melihat hanya lima orang yang disebut pelaku obstruction of justice dari 83 orang yang dimintai keterangan dan 35 orang yang diperiksa, sepertinya penuntasan skandal rombongan ini akan antiklimaks," kata Bambang kepada Antara, saat dihubungi melalui pesan instans di Jakarta, Jumat malam.

Baca Juga

Bambang menilai tidak ada progres (kemajuan) yang signifikan dari penuntasan kasus bedol desa, aparat terlibat menghalangi penyidikan. Ini karena setelah 40 hari kasus penembakan Brigadir J berlalu, penyidik hanya menetapkan lima orang sebagai pelanggar obstruction of justice.

"Apakah ini disebut progres yang signifikan,?" kata Bambang dengan nada bertanya.

Melihat progres tersebut, menurut Bambang, seperti asumsi publik selama ini bahwa proses etik yang dijalankan institusi Polri hanya seremonial untuk melindungi personel pelanggar dan menenangkan tuntutan masyarakat.

Agar asumsi tersebut tidak benar, kata Bambang, harus ada political will dari Presiden maupun parlemen untuk menuntaskan kasus tersebut dan membangun sistem kontrol pada kepolisian.

"Tanpa ada political will, saya pesimis Kapolri akan mampu menuntaskan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat," ucap Bambang.

Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah memeriksa 83 personel Polri terkait pelanggaran prosedural tidak profesional dalam menangani TKP Duren Tiga. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35 orang direkomendasikan untuk penempatan khusus (patsus).

Kemudian dari 35 orang tersebut, yang sudah melaksanakan patsus sebanyak 18 orang, lalu jumlah itu berkurang tiga orang, yakni Ferdy Sambo, Richard Eliezer dan Ricky Rizal, karena ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Kemudian dari 15 orang yang tersisa, berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam yang dilakukan terdapat enam orang yang patut diduga melakukan tindak pidana obstruction of justice yakni menghalangi penyidikan.

"Nama-namanya, yaitu satu FS, kedua BJP HK, ketiga AKBP ANT, keempat AKBP AR, kelima Kompol BW, keenam Kompol CP," papar Ketua Tim Khusus Polri Komjen Pol. Agung Budi Maryoto di Mabes Polri.

Keenam nama itu merujuk pada Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Kombes Pol. Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiqui Wibowo, dan Kompol Cuk Putranto.

Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, bersama empat tersangka lainnya, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma?ruf, dan Putri Candrawathi. Keempatnya disangkakan dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement