Sabtu 20 Aug 2022 11:28 WIB

Para Guru Pantas Disebut Ahli Waris Para Nabi, Mengapa?

Pada dasarnya antara rasul dan guru memiliki tugas dan peranan yang sama

Seorang guru saat mengajar di sekolah (ilustrasi).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Seorang guru saat mengajar di sekolah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Imam Nur Suharno

Pada suatu hari, Rasulullah SAW keluar dari rumah. Tiba-tiba beliau melihat ada dua majelis yang berbeda. Majelis yang pertama ialah majelis orang-orang ibadah yang sedang berdoa kepada Allah SWT dengan segala kecintaan kepada-Nya sedangkan majelis yang kedua ialah majelis pendidikan atau pengajaran yang terdiri atas para guru dan sejumlah muridnya.

Baca Juga

Melihat dua majelis yang berbeda tersebut, Beliau SAW bersabda, "Adapun mereka dari majelis ibadah, mereka sedang berdoa kepada Allah. Jika mau, Allah menerima doa mereka, dan jika tidak, Allah menolak doa mereka itu. Tetapi, mereka yang termasuk dalam majelis pengajaran, mereka sedang mengajar manusia. Sesungguhnya aku diutus oleh Allah adalah juga menjadi seorang guru." Kemudian beliau datang mendekati majelis yang kedua, yaitu majelis pendidikan, bahkan ikut duduk bersama mereka mendengar pengajaran yang disampaikan oleh seorang guru.

Saking mulianya kedudukan guru, Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, pernah menyatakan bahwa guru itu hampir seperti seorang rasul. Mungkin itu terlalu berlebihan. Karena memang pada dasarnya antara rasul dan guru memiliki tugas dan peranan yang sama, yaitu mendidik, mengajar, dan membina umat.

Dalam surah Ali Imran [3] ayat 164 Allah SWT menegaskan tugas para rasul. Dalam ayat tersebut setidaknya ada tiga tugas pokok seorang rasul yang bisa dijadikan pegangan oleh setiap guru, yaitu membacakan ayat-ayat Allah (at-tilawah); membersihkan jiwa (at-tazkiyah); dan mengajarkan Alquran (al-kitab) dan sunah (al-hikmah).

Guru merupakan profesi yang paling mulia, agung, dan dihormati. Hal itu karena guru sebagai ahli waris para nabi. Guru dihormati karena ilmunya, yaitu ilmu yang diwariskan Rasulullah SAW melalui para sahabat, tabi'in, tabi'ut-tabi'in, para ulama, dan guru terdahulu.

Karena itulah, para guru pantas disebut sebagai ahli waris para nabi. Namun, guru yang tidak mengamalkan dan mengajarkan ilmu sesuai tuntunan Rasulullah SAW bukan ahli waris para nabi. (Fuad Asy-Syalhub dalam bukunya Guruku Muhammad SAW).

Menjadi guru berarti memiliki peluang mendapatkan amalan yang terus mengalir, yaitu dengan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada peserta didik. Sabda Nabi SAW, "Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu berdoa untuknya." (HR Muslim).

Menurut Syekh Jamal Abdul Rahman, jika guru mampu mendidik siswa menjadi saleh maka hal itu masuk ke dalam ketiga kategori amal yang tidak akan putus sebagaimana dalam hadis di atas. Maksudnya, waktu dan tenaga yang disisihkan guru untuk mendidik siswa bisa menjadi sedekah jariyah.

Ilmu yang guru sampaikan kepada siswa akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan, siswa yang dididik guru akan menjadi anak yang saleh, yang akan mendoakan dirinya, baik ketika guru masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Semoga Allah membimbing kita agar menjadi seorang guru pewaris para nabi. Wallahu a'lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement