Ahad 21 Aug 2022 15:06 WIB

Sejarah Hari Ini: Pulang dari Pengasingan, Pemimpin Oposisi Filipina Ditembak Mati

Pada 21 Agustus 1983 pemimpin oposisi Filipina, Benigno Aquino, ditembak mati

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Pada 21 Agustus 1983 pemimpin oposisi Filipina, Benigno Aquino, ditembak mati.
Foto: EPA
Pada 21 Agustus 1983 pemimpin oposisi Filipina, Benigno Aquino, ditembak mati.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA - Pada 21 Agustus 1983 pemimpin oposisi Filipina, Benigno Aquino, ditembak mati beberapa menit setelah kepulangannya dari pengasingan. Aquino yang saat ditembak berusia 50 tahun telah menghabiskan tiga tahun terakhirnya di Amerika Serikat (AS).

Ia kembali ke Tanah Air Filipina untuk mengikuti pemilihan umum yang hendak digelar tahun berikutnya. Di atas pesawat sebelum tiba di Filipina, Aquino menyadari tentang risiko yang diambil tentang kepulangannya dari pengasingan.

Baca Juga

"Saya kira ada bahaya fisik karena Anda tahu pembunuhan adalah bagian dari pelayanan publik," katanya dikutip laman BBC History, Ahad (21/8/2022).

"Perasaan saya adalah kita semua harus mati suatu saat dan jika sudah takdir saya untuk mati oleh peluru pembunuh, biarlah," imbuhnya.

Ketika pesawatnya mendarat di bandara Manila, Aquino sempat ditahan terlebih dulu oleh tentara dan dikawal turun dari pesawat. Tak lama kemudian saksi di pesawat mendengar tembakan dan melihat politisi oposisi itu tergeletak bersimbah darah.

Sang penembak dikatakan ada di dekat Aquino. Diktator Filipina Ferdinand Marcos yang merupakan saingan lama Aquino mengatakan, pembunuh itu adalah pembunuh profesional.

Namun klaimnya bahwa Aquino adalah korban dari seorang pria bersenjata tidak meyakinkan banyak orang di Filipina bahkan dunia. Partai-partai oposisi di Filipina berada dalam kekacauan setelah hampir 20 tahun berkuasa di bawah Ferdinand Marcos.

Kendati begitu Aquino diharapkan bisa menyatukan mereka dan mengajukan tantangan kepada Presiden Marcos dalam pemilihan tahun depan. Sebelum pengasingannya, Aquino tampak siap menjadi presiden setelah menjadi anggota parlemen termuda di negara itu pada usia 35 tahun.

Namun setelah diberlakukannya darurat militer pada 1972, ia dicap Komunis oleh Presiden Marcos dan dipenjarakan selama tujuh tahun. Tiga tahun setelah dijatuhi hukuman mati karena subversi pada 1977, ia ditawari kesempatan meninggalkan negara itu untuk operasi jantung di AS. Setelah perawatannya, dia tidak kembali dan menjadi pusat perhatian para pembangkang di AS.

Jutaan orang Filipina berunjuk rasa di pemakaman Benigno Aquino yang merupakan awal dari tantangan massal terhadap Presiden Marcos. Tiga tahun kemudian partai-partai oposisi bersatu di belakang istri Aquino, Corazon Aquino, dalam tantangannya untuk menjadi presiden.

Terlepas dari bukti sebaliknya, Ferdinand Marcos dinyatakan sebagai pemenang. Namun pemberontakan rakyat memaksa dia dan istrinya, Imelda, untuk meninggalkan negara itu. Dia meninggal di pengasingan pada 1993.

Sementara itu Corazon Aquino adalah presiden Filipina selama enam tahun. Pada September 1990, pengadilan khusus menghukum 16 personel militer Filipina atas pembunuhan Aquino dan pembunuh Ronaldo Galman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement