REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Krisnadwipayana (FIA-Unkris) menggelar Seminar Nasional Artificial Intellegence (AI) secara hybrid di Pendopo Unkris, pada Sabtu (20/8/2022). Seminar ini mengambil tema "Tantangan SDM menghadapi era Artificial Intelligence".
Seminar nasional ini menghadirkan dua narasumber yang sangat berkompeten di bidangnya, yakni Dyah Puspito Dewi Widowati, ST, M.Kom, Instruktur BPPTIK Kemenkominfo dan Dr Susetya Herawati, ST, MSi, Ketua LPKK Unkris.
Kegiatan yang diikuti oleh lebih dari 150 peserta yang merupakan mahasiswa, pelajar, dosen, dan masyarakat umum tersebut dimoderatori Ruth Jeanette, Plt Kepala Departemen Pendidikan dan Keilmuan BEM FIA. Hadir Dekan FIA Prof Eryus Amran Koto, Ph.D, Wakil Dekan III Saefudin Zuhri, S.Sos., M.I.P, Ketua BEM FIA Gemaputra Radjaluga, Ketua DPM FIA Mordekhai Perkasa Ginting, dan Ketua Pelaksana Seminar Nasional Muhammad Mahrus Salam.
Wakil Rektor 3 Unkris Dr Parbuntian Sinaga dalam sambutan pengantarnya artificial intelligence atau kecerdasan buatan menjadi isu menarik untuk dibahas karena kehadirannya sangat bersentuhan dengan masa depan mahasiswa. Terutama terkait dengan ketrampilan kerja yang harus dikuasai oleh mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja era booming AI.
“AI adalah dunia kerja masa depan. Maka sudah seharusnya mahasiswa memahami apa dan bagaimana AI dalam hubungannya dengan dunia kerja,” kata Parbuntian dalam siaran persnya yang diterima pada Ahad (21/8/2022).
Menurut Parbuntian, AI sering dimaknai sebagai penggantian tenaga kerja manusia oleh mesin atau robot. Padahal sejatinya AI hanyalah akan membantu mempermudah manusia untuk mengerjakan pekerjaannya dan bukan menggantikan posisi manusia sepenuhnya. "Ingat bahwa robot sebagai alat buatan manusia tidak akan sepenuhnya bisa menggantikan manusia yang merupakan mahluk ciptaan Tuhan," tambahnya.
Parbuntian mengingatkan, selain dampak positif AI yang akan mempermudah urusan manusia dalam pekerjaannya, kecerdasan buatan juga tidak luput dari dampak negatifnya. Salah satunya adalah akan banyak jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh mesin dan ini tentu menyebabkan pengangguran.
Melalui seminar nasional kali ini, Parbuntian berharap para mahasiswa memiliki gambaran penuh bagaimana kondisi dan situasi dunia kerja masa depan. Dengan demikian, mahasiswa dapat mempersiapkan diri sedini mungkin dengan menambah berbagai ketrampilan kerja yang akan dibutuhkan oleh dunia kerja.
Parbuntian juga mengapresiasi hadirnya pelajar dan masyarakat umum dalam seminar tersebut. Ini menjadi salah satu bukti bahwa Unkris bukanlah lembaga pendidikan menara gading yang hanya indah untuk dipandang namun tidak memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar. "Kehadiran Unkris harus membawa manfaat untuk masyarakat dan lingkungan sekitar. Saya selalu mengingatkan hal itu kepada para mahasiswa," tegasnya.
Senada juga disampaikan Prof Eryus Amran Koto, Ph.D. Dalam sambutannya, Prof Eryus menyampaikan bahwa kecerdasan buatan memang akan berdampak hilangnya berbagai jenis pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh manusia. Namun di sisi lain, juga akan menghadirkan puluhan bahkan ratusan jenis pekerjaan baru.
"Sebagai generasi masa depan, mahasiswa dan pelajar harus tetap optimistis, terus tingkatkan rasa percaya diri bahwa kecerdasan buatan tidak akan sepenuhnya bisa menggantikan tenaga kerja manusia,” kata Prof Eryus.
Sementara itu, Dr Susetya Herawati dalam paparannya meyakinkan bahwa teknologi akan melahirkan berbagai profesi yang saat ini belum ada. Karena itu, penting bagi generasi muda untuk meningkatkan kualitas ketrampilan kerja dengan teknologi digital.
"Diprediksi akan ada 23 juta lapangan kerja di Indonesia yang digantikan mesin pada 2030. Jenis pekerjaan tersebut adalah jenis pekerjaan yang bersifat repetisi atau berulang-ulang seperti data entry, payroll officer, production workers, machine operator, dan data collection,” jelas Herawati.
Namun di sisi lain, AI juga akan menciptakan 27 juta hingga 46 juta lapangan pekerjaan baru. Dari puluhan juta lapangan pekerjaan tersebut, 10 juta di antaranya merupakan jenis pekerjaan yang benar-benar baru yang sebelumnya memang tidak ada.
Untuk dapat memasuki dunia kerja masa depan, menurut Herawati, pekerja harus memiliki ketrampilan abad ke-21 seperti cara berpikir yang inovatif dan kreatif, cara bekerja yang komunikatif dan kolaboratif, dukungan sarana bekerja berupa literasi informasi, serta cara hidup yang baik sebagai warga negara yang memiliki tanggung jawab pribadi dan sosial.
Herawati mengingatkan bahwa saat ini Indonesia menghadapi persoalan SDM pembangunan yang cukup serius. Data World Economic Forum menunjukkan bahwa daya saing SDM Indonesia berada pada urutan ke-45 dari 140 negara, dan tingginya angka pengangguran baik tingkat sarjana maupun level menengah ke bawah. Lebih dari 40,5 persen SDM Indonesia hanya lulusan sekolah dasar dan ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat yang harus segera di atasi oleh pemerintah.
“Mengejar ketertinggalan dari negara lain, inovasi menjadi kunci penting. Lembaga pendidikan harus mampu melahirkan wirausahawan-wirausahawan muda yang mampu berinovasi menghasilkan produk yang memiliki daya saing global,” tegas Herawati.
Dyah Puspito dalam paparannya menyebut beberapa jenis pekerjaan yang mungkin akan digantikan oleh AI antara lain pekerja konstruksi, pemotong daging, satuan pengaman, peyugas administrasi pajak, operator pemindahan barang, petugas akuntansi, tukang sapu jalan, operator alat pembersih, kurir, pekerja panen buah-buahan, petugas pom bensin, pengecat bangunan, dan lainnya.
"Sedang pekerjaan yang sulit digantikan atau tidak mungkin digantikan AI antara lain pelukis dan pemahat, fotografer, penulis, composer, animantor, penari, penyanyi, penata rias, pengrajin, sutradara, perancang grafis, dosen, terapis dan lainnya,” jelas Dyah Puspito.
AI, dikatakan Dyah, sebenarnya telah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti asisten virtual, AI camera, menggantikan tenaga manusia untuk jenis pekerjaan berbahaya dengan robot, menerapkan rumah pintar berbasis AI dan IoT, memanfaatkan GPS untuk mendeteksi satu lokasi, self driving car, dan lainnya.
Seiring meningkatnya pengembangan AI, Kemen Kominfo mendukung Strategis Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia 2020-2025 melalui empat pilar, yakni infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.