REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Saat perang mempertahankan kemerdekaan RI, para ulama memfatwakan wajib hukumnya jihad fi sabilillah melawan penjajah. Seruan ulama inilah yang dikenal dengan resolusi jihad. Resolusi ini dirumuskan para kiai pada 22 Oktober 1945.
Resolusi Jihad digaungkan KH Hasyim Asy'ari dan kiai lainnya untuk menyemangati para santri dan arek Surabaya berjuang mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Namun, tahukah Anda bahwa Resolusi Jihad ini juga terinspirasi dari kitab karangan ulama terdahul
Kitab yang menjadi salah aatu inspirasi tercetusnya Resolusi jihad ini adalah kitab Izhatun Nasyi’in, yang sudah diterjemahkan Turos Pustaka menjadi buku berjudul “Hidup Seringkali Tidak Baik Baik Saja, Tapi Kita Bisa Menghadapinya”.
Kitab tersebut ditulis oleh Syekh Musthafa al-Ghalayain (1885-1944 M), seorang ulama, wartawan, dan sastrawan dunia yang memilki cukup pengaruh. Dia lahir di Beirut pada 1885 M dan wafat paada 1944 M. Nama lengkapnya adalah Syekh Musthafa bin Muhammad bin Salim bin Muhyidin bin Musthafa al-Ghalayain.
Syekh Musthafa menempuh pendidikan tinggi di Universitas Al-Azhar, Mesir. Selama di sana, ia berguru kepada seorang ulama yang berpengaruh di dunia, Syekh Muhammad Abduh (1849-1905 M). Pemikiran Syekh Musthafa juga banyak dipengaruhi oleh Imam al-Ghazali (1058-1111 M).
Kitab Izhatun Nasyi’in ini dapat membangkitkan semangat perjuangan dan perlawanan kaum muda. Bahkan, buku ini juga menjadi salah satu inspirasi pendiri Nadlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari dalam mencestuskan Resolusi Jihad yang memantik perlawanan 10 November 1945 di Surabaya.
Resolusi Jihad tersebut berisi instruksi kepada para santri dan kiai untuk membulatkan tekad dalam melakukan jihad membela Tanah Air. Kiai Hasyim Asy’ari saat itu berijtihad bahwa aksi melawan penjajah hukumnya fardhu ain.
Muatan kitab ini secara lantang mampu membangkitkan jiwa patriotisme kaum muda. Karena itu, kitab ini pernah diboikot oleh pemerintah kolonial Belanda untuk diajarkan para kiai di pesantren. Saat itu, para kiai mengkaji kitab ini secara sembunyi-sembunyi. Hingga akhirnya, banyak pejuang yang muncul dari pesantren.
Kitab Izhatun Nasyi’in sampai sekarang masih banyak dikaji secara konsisten di berbagai pesantren Indonesia. Semua itu tak terlepas dari jasa para kiai dulu yang belajar di Timur Tengah dan memperkenalkan kitab ini kepada masyarakat Indonesia.
Dalam momentum Hari Kemerdekaan RI ke-77 ini, nasihat Syekh Musthafa dalam buku setebal 388 halaman ini layak dipelajari dan diteladani generasi muda Indonesia. Melalui karyanya ini, Syekh Musthafa mengajarkan anak muda untuk tetap optimis menghadapi berbagai masalah, meskipun permasalahan yang dihadapi bangsa kita saat ini begitu melimpah.