Meriah, Ribuan Perempuan Semarakkan Festival Kebaya
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Peserta Festival 1.000 Kebaya Untukmu Indonesiaku melaksanakan kirab di pusat Kecamatan bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Ahad (21/8). Kegiatan ini diikuti tak kurang 1.400 perempuan yang mengenakan pakaian kebaya. | Foto: Republika/Bowo Pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Sedikitnya 1.400 perempuan meriahkan kegiatan festival dan kirab 1.000 kebaya 'Untukmu Indonesiaku', di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Kegiatan yang diinisiasi oleh Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) ini digelar untuk mengampanyekan dukungan agar kebaya diakui Badan Dunia yang Mengurusi Pendidikan Keilmuan dan Kebudayaan (Unesco) sebagai warisan budaya tak benda.
Kirab 1.000 kebaya yang dilaksanakan mulai dari Taman Wisata Bandungn hingga Hotel Griya Persada Bandungan. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pun turut ambil bagian dalam kegiatan ini.
Kirab dalam rangka festival ini mendapatkan perhatian dari warga serta para wisatawan yang sedang menikmati liburan akhir pekan di kawasan wisata tersebut. Karena seluruh peserta kirab mengenakan warna-warni kreasi kebaya.
Ketua PBI, Diana Saktiyarini mengungkapkan, acara kirab dan Festival 1.000 Kebaya ini digelar selain untuk memeriahkan HUT ke-77 Kemerdekaan juga untuk lebih memperkenalkan kebaya kepada masyarakat luas.
Karena PBI memiliki keinginan kuat agar kebaya sebagai bagian dari tradisi dan budaya (sandang) dapat diakui Badan Unesco sebagai kekayaan bukan benda khas bangsa Indonesia.
“Kami memang sedang ‘berjuang’ agar kebaya diakui badan dunia tersebut sebagai warisan budaya tak benda milik bangsa Indonesia,” ungkapnya, di sela kegiatan Festival 1.000 Kebaya ‘Untukmu Indonesiaku’.
Sehingga, lanjut Diana, ini menjadi langkah awal bagi PBI untuk mengajak kepada masyarakat mencintai dan melestarikan kebaya sebagai salah satu pakaian khas tradisional di Indonesia.
PBI, lanjutnya, menginginkan agar pakaian/busana khas ini kembali dimasyarakatkan dengan dikenakan pada hari-hari tertentu, apakah itu di ligkungan instansi pemerintahan maupun lingkungan kerja lainnya.
“Kami, PBI dan beberapa komunitas perempuan sudah memulai dengan membiasakan mengenakan kebaya setiap Selasa,” jelasnya.
Di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Semarang, lanjut Diana, juga akan menyesuaikan agar kebaya menjadi seragam bagi para ASN, pada hari tertentu, setidaknya sekali dalam sepekan.
Ia juga menyampaikan, berdasarkan data yang telah diterima panitia kegiatan ini, sebanyak 1.200 perempuan dengan pakaian kebaya turut ambil bagian dan meramaikan festival 1.000 kebaya kali ini.
Namun dalam pelaksanaan kirab perempuan berkebaya ini lebih dari angka 1.200 orang dan diperkirakan mencapai 1.400-an. “Karena beberapa acara pendukung, seperti para pemain drumblek, juga mengenaka dresscode kebaya,” tambahnya.
Peserta tidak hanya dari Kabupaten Semarang saja, namun juga ada peserta yang datang dari Kota Semarang. “Mulai dari pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, komunitas pedagang, dan komunitas perempuan lainnya,” tegas Diana.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, mengapresiasi kegiatan ini. Di hadapan para peserta festival kebaya, gubernur mengingatkan betapa kayanya ragam adat, budaya, dan produk kebudayaan yang ada di Indonesia.
Mulai dari kuliner, baju (sandang), lagu, kesenian, dan seterusnya. Namun kekayaan dan khasanah tersebut tidak untuk dibanding-bandingkan. Akar budaya bangsa ini sangat bagus, bukan yang ‘receh’ atau ‘remeh- temeh’. “Kekayaan dan keragaman ini lahir dari pemikiran yang dalam para leluhur bangsa ini,” ujarnya.
Orang nomor satu di Provinsi Jateng ini juga kagum, sekitar 1.400 orang perempuan dari usia dewasa hingga anak-anak tumpah ruah mengikuti acara festival kebaya ini.
“Ini menarik, di Kabupaten Semarang ini membuat acara festival kebaya dengan 1.000 kebaya. Mereka tampil dengan kreasi kebaya, dandan cantik dan kemudian berkeliling untuk menunjukkan bahwa budaya bangsa ini sangat tinggi,” lanjut dia.
Antusias tinggi itulah yang kemudian membuat gubernur ingin agar pakaian adat itu tidak hanya digunakan di hari-hari atau peringatan tertentu, tetapi juga bisa secaa rutin dikenakan sebagai sebuah kebanggaan terhadap karya budaya bangsa.
Ganjar juga menjelaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng sudah mengawali rutinitas mengenakan pakaian adat setiap hari Kamis. Juga pakaian batik dan lurik secara bergantian di hari lainnya.
Kalau dari Kabupaten Semarang bisa memulai setiap Kamis, semua saja tidak hanya aparatur pemerintah tapi swasta juga ikut mengenakan baju adat, pasti akan sangat bagus. “Pasti ekonomi kreatif di daerah ini juga akan naik,” kata gubernur.