REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Gedung Rektorat Universitas Lampung (Unila), Senin (22/8/2022), terkait operasi tangkap tangan (OTT) Rektor Karomani. Sementara itu, puluhan mahasiswa melakukan demontrasi di kampusnya.
"Ada tim penyidik KPK datang ke Gedung Rektorat pagi ini, dan saya diminta pimpinannya datang terkait kedatangan para petugas KPK tersebut," kata Humas Penerimaan Mahasiswa Baru Unila M Komarudin di Bandarlampung.
Komarudin mengatakan, kedatangan tim penyidik KPK berkaitan dengan OTT Karomani karena kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. "Saya juga belum tahu apa kegiatannya, bisa saja ini ada indikasi dengan Rektor Unila. Saya hanya menemani saja," katanya.
Puluhan mahasiswa Unila melakukan orasi di depan Gedung Rektorat untuk menyampaikan keluhan dan kekecewaan mereka atas tindakan tidak terpuji yang dilakukan para petinggi universitas tertua di Lampung itu. Dalam penyampaian orasi itu, para mahasiswa mengaku kecewa atas tindak pidana korupsi berupa penyuapan di tingkat pendidikan tinggi yang melibatkan rektor dan sejumlah pejabat Unila.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Karomani (KRM), selaku Rektor Unila periode 2020-2024, bersama Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY) dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB) sebagai tersangka penerima suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru (maba). KPK juga menetapkan pihak swasta Andi Desfiandi(AD) selaku tersangka pemberi suap.
KPK menduga telah dikumpulkan uang dari orang tua calon mahasiswa sesuai permintaan KRM berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp 575 juta. KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila, Budi Sutomo dan MB dari pihak orang tua calon mahasiswa.
Uang tersebut telah dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai, dengan total sekitar Rp 4,4 miliar. Dengan demikian, total uang yang diduga diterima KRM sekitar Rp 5 miliar.