Senin 22 Aug 2022 18:00 WIB

Prodi Zakat Disarankan Menyesuaikan Kebutuhan LAZ dan Nadzir Wakaf

Program studi (prodi) manajemen zakat dan wakaf menyesuaikan dengan kebutuhan

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Zakat Digital Ilustrasi.
Foto: Dok PPPA Daarul Quran.
Zakat Digital Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Syariah, Yusuf Wibisono, menyarankan agar program studi (prodi) manajemen zakat dan wakaf menyesuaikan dengan kebutuhan industri yakni kebutuhan lembaga filantropi Islam, baik amil zakat maupun nadzir wakaf. Supaya lulusan prodi manajemen zakat dan wakaf bisa diserap oleh lembaga amil zakat dan nadzir wakaf.

Yusuf mengatakan, sudah saatnya perguruan tinggi mengembangkan kompetensi baru dalam hal ini adalah filantropi Islam. Sebab saat ini pertumbuhan lembaga filantropi Islam, baik lembaga zakat maupun nadzir wakaf sangat banyak sekali.

Baca Juga

"Jadi sudah selayaknya dan seharusnya bidang ini dikaji, dipelajari secara khusus dan mendalam," kata Yusuf kepada Republika, Senin (22/8/2022).

Ia mengatakan, dikhawatirkan akan ada kecenderungan, lulusan dari prodi manajemen zakat dan wakaf tidak banyak diserap oleh lembaga zakat dan wakaf yang sudah ada. Kasusnya dikhawatirkan sama dengan prodi keuangan syariah dan perbankan syariah saat ini.

Ia menyampaikan, sebagaimana diketahui, alumni prodi keuangan syariah dan perbankan syariah jauh lebih banyak, dan pangsa pasarnya jauh lebih besar. Tapi ternyata daya serap perusahaan terhadap lulusan prodi keuangan syariah dan perbankan syariah rendah.

"Ini mungkin juga perlu jadi pembelajaran bagi temen-temen di prodi yang mengembangkan zakat dan wakaf. Walau ini baru pengamatan awal saya, lulusan prodi ini tingkat daya serapnya di pasar cenderung rendah, jadi perlu belajar dari pengalaman prodi sejenis, seperti perbankan syariah dan keuangan syariah yang ternyata tak banyak diserap oleh pangsa pasar," ujar Yusuf.

Menurut Direktur Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) ini, masih ada gap yang sangat besar antara kompetensi yang dibutuhkan oleh market atau industri dengan kompetensi yang dikembangkan di kampus.

Yusuf menyarankan, bagi prodi yang mengembangkan zakat dan wakaf, sebaiknya coba didekatkan kompetensi yang mereka kembangkan di kampus dengan kebutuhan industri. Artinya, prodi zakat dan wakaf jangan mengulang kekurang tepatan kurikulum yang dikembangkan oleh prodi perbankan syariah dan keuangan syariah, walau sekarang mereka sedang melakukan perbaikan.

Yusuf menyampaikan, pernah bicara dengan salah satu pengelola prodi zakat dan wakaf di sebuah perguruan tinggi agama. Ternyata pendekatan prodi zakat dan wakaf sangat fikih, mungkin karena belajarnya di perguruan tinggi agama, jadi tidak salah juga.

"Padahal di industri yang saya lihat dan pahami, lembaga amil zakat dan nadzir wakaf kita itu kebutuhannya tidak semua fikih, justru lebih banyak non fikih meski pasti ada kebutuhan fikih," jelasnya,

Yusuf menambahkan, lembaga amil zakat dan nadzir wakaf lebih banyak membutuhkan SDM yang menguasai bidang non fikih. Misalkan di lembaga amil zakat mereka membutuhkan orang-orang yang mendalami bidang fundraising dan marketing, karena bidang itu ujung tombak amil zakat. Mereka membutuhkan orang yang paham dengan media, teknologi, dan lain sebagainya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement