Selasa 23 Aug 2022 04:51 WIB

Virus Baru Bermunculan, Apa Kaitannya dengan Pembabatan Hutan?

Pembabatan hutan besar efek negatifnya bagi kesehatan manusia.

Sejumlah penyakit menular yang menyerang manusia, ditularkan oleh hewan. Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Sejumlah penyakit menular yang menyerang manusia, ditularkan oleh hewan. Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

Oleh : Reiny Dwinanda, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap pekan, ada saja berita tentang konflik manusia yang tinggal di sekitar hutan dengan satwa liar. Entah itu terkait gajah, harimau, orangutan, kera, ular, atau buaya.

Lokasi kejadian utamanya di Sumatra dan Kalimantan, pulau yang kawasan hutannya terus menyusut akibat deforestasi. Sebetulnya, hutan Indonesia sudah terbagi dalam area-area yang dimaksudkan untuk melindungi upaya konservasi sumber daya alam, termasuk satwa liar yang hidup di dalamnya. Kepentingan masyarakat sekitar dan pemegang konsesi hutan tanaman industri maupun pihak lain yang diizinkan memanfaatkan kawasan hutan juga sudah diatur.

Kenyataannya, ada banyak hal yang membuat pembagian areal itu tidak ada artinya bagi kelangsungan hidup satwa liar. Begitu hutan berubah menjadi areal pertambangan atau kebun sawit, misalnya, keseimbangan alam otomatis berubah.

Di samping itu, tak jarang, pembabatan hutan merambah daerah jelajah satwa. Mereka pun kian kesulitan menemukan sumber makanan.

Belum lagi ulah pemburu yang mematikan atau mencerabut satwa liar dari habitatnya. Alhasil, kehidupan hewan-hewan yang dilindungi itu pun semakin terdesak ke ambang kepunahan.

Didorong kebutuhan bertahan hidup, aneka satwa liar membahayakan nyawanya dengan mencari makan ke kawasan di luar habitatnya. Mereka ke pinggir hutan, ke wilayah aktivitas manusia.

Di samping itu, konflik manusia dengan satwa sejatinya bukan hanya berupa serangan terhadap orang, kebun, atau ternak warga. Belakangan, pandemi Covid-19 telah mengingatkan warga dunia tentang bahaya zoonotic spillover, yakni perpindahan kuman yang mengifeksi hewan liar ke manusia. Virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, contohnya, diduga bersumber dari kelelawar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kemungkinan virus itu menular ke manusia lewat perantara hewan lain.

Penyakit menular yang baru muncul memang paling banyak ditularkan dari hewan. Sebelumnya, dunia lebih dulu dilanda HIV dan Middle East respiratory syndrome (MERS) serta cacar monyet.

HIV penyebab AIDS awalnya merupakan virus yang menyerang simpanse. Lalu, MERS coronavirus adalah virus pada unta dan virus monkeypox awalnya menghinggapi monyet.

Terbaru, ada temuan infeksi Langya henipavirus (LayV) pada 35 orang di dua provinsi di China selama December 2018 hingga Agustus 2021. Mayoritas penderitanya adalah petani yang ada kontak langsung dengan shrews, mamalia kecil sejenis tikus tanah

Dalam temuan yang dimuat di jurnal Frontiers in Veterinary Science pada Maret 2021, peneliti mengingatkan bahwa deforestasi merupakan penyebab terbesar penyusutan biodiversitas dan itu mendatangkan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Secara global, sepanjang 1990 hingga 2016, terjadi peningkatan insiden wabah zoonosis dan vector-borne diseases akibat deforestasi di negara-negara tropis utamanya, dan reforestasi di negara-negara beriklim sedang.

Peneliti juga melihat adanya kaitan antara meluasnya area perkebunan sawit dengan penularan penyakit yang disebabkan oleh patogen dan parasit pada manusia (vector-borne disease), seperti demam berdarah dengue, malaria, chikungunya, dan filariasis. Deforestasi global punya dampak terhadap wabah zoonosis dan vector-borne diseases, sedangkan reforestasi dan perkebunan dapat berkontribusi pada epidemi penyakit menular. Temuan itu memperlihatkan pentingnya hutan bagi keanekaragaman hayati, mata pencaharian, kesehatan manusia sekaligus pentingnya membangun kerangka tata kelola internasional untuk memastikan pelestarian hutan dan jasa ekosistem yang disediakan hutan, termasuk pencegahan penyakit.

Seiring dengan meningkatnya populasi, kita punya kebutuhan lahan, pangan, dan energi yang ujungnya mengusik kehidupan para penghuni hutan. Itu artinya, kalau tak mau ada konflik dengan satwa liar dan menghindari kemunculan penyakit menular baru yang dibawa hewan, kita harus memikirkan cara yang akan berhasil buat semua dalam pengelolaan hutan. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement