REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menginstruksikan kabinetnya untuk melanjutkan respons diplomatik termasuk sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina. Menteri Keuangan Shunichi Suzuki mengatakan Kishida juga mengingatkan menteri-menterinya menjaga koordinasi dengan negara-negara G7.
"Kami akan melanjutkan kerja sama erat dengan G7 dan komunitas internasional sesuai instruksi perdana menteri dan respon yang tepat," kata Suzuki pada wartawan, Selasa (23/8/2022).
Ia menambahkan para menteri tidak membahas sanksi-sanksi baru pada Rusia. Dalam pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Bali awal bulan lalu Jepang sudah menekankan sikap tegasnya pada Rusia dan dukungan pada Ukraina.
Pada saat itu Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa mengungkapkan keprihatinan atas dampak kenaikan harga pangan dan energi yang disebabkan invasi Rusia ke Ukraina terutama bagi negara berkembang.
Dalam pernyataannya pada Jumat (8/8/2022) usai pertemuan tersebut Hayashi menekankan krisis ini tidak disebabkan sanksi yang diberlakukan pada Rusia atas invasinya ke Ukraina. Tapi disebabkan agresi Rusia sendiri terutama blokade Laut Hitam dan menghalangi ekspor gandum Ukraina.
Ia mengatakan sanksi yang diberlakukan G7 tidak menargetkan makanan dan pada faktanya berdasarkan data Dewan Gandum Internasional (IGC) tahun ini ekspor gandum Rusia tumbuh 13 persen year on year. Menurut Hayashi tampaknya Rusia menggunakan energi dan pangan sebagai senjata politik.
"Dan karena itu bertanggung jawab penuh pada krisis saat ini," katanya dalam pernyataan tersebut.
Hayashi menekan demi membantu negara-negara yang ingin keluar dari krisis ini, Jepang telah menyediakan bantuan pangan dan kemanusiaan. Jepang, katanya, juga membantu meningkatkan produktivitas pertanian dan rantai pasokan.