REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan terdapat peningkatan ekspor pakaian muslim Indonesia ke sejumlah negara pada semester pertama 2022. Kendati demikian, ia menilai peluang ekspor fesyen muslim yang belum ditangkap masih jauh lebih besar.
"Ekspor pakaian muslim semester I 2022 nilainya 2,8 miliar dolar AS, memang naik 39,86 persen dari semester I tahun lalu, tapi masih kecil, kita masih berada di posisi ke-13 eksportir pakaian muslim dunia," kata Zulkifli dalam agenda Indonesia Muslim Fashion From Local Wisdom for Global Inspiration di Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Dengan posisi Indonesia saat ini, kontribusi ekspor pakaian muslim Indonesia terhadap total ekspor dunia hanya 1,86 persen. Zulkifli mengatakan, Indonesia masih kalah dari Dubai dan Vietnam yang sudah jauh lebih besar dalam bisnis ekspor pakaian Muslim.
"Ini kan tidak masuk akal, saya kira ini harus kita jadikan momentum untuk merebut pasar global itu," kata Zulhas, sapaan akrabnya.
Ia menjelaskan, pemerintah sudah membuka jalan untuk mempermudah ekspor produk Indonesia lewat berbagai perjanjian dagang bilateral maupun multilateral. Ia menyebut, kegiatan ekspor ke pasar Korea Selatan hingga Jepang sudah lebih mudah karena tak lagi diwajibkan bea masuk.
Adapun, untuk pasar Timur Tengah, Asia Tengah, hingga Eropa Timur, Indonesia sudah meneken perjanjian dagang dengan Uni Emirat Arab lewat IUAE-CEPA yang dapat menjadi pintu masuk bagi produk Indonesia. Hanya saja, perjanjian dagang itu masih menunggu proses ratifikasi dari parlemen.
"Kita tahu populasi muslim dunia naik terus, hampir 30 persen dari seluruh penduduk dunia, oleh karena itu ini pasar yang besar sekali," katanya.
Creative Director Ivan Gunawan PRIVE, Ivan Gunawan, mengatakan, seluruh perancang busana muslim tentunya ingin dapat menembus pasar internasional. Hanya saja, terdapat berbagai kendala ketika para pemilik jenama ingin menggelar pameran di luar negeri. Seperti soal pendanaan, sponsor, hingga para pasar luar negeri yang belum tentu didapat.
Ia menuturkan, agar sebuah brand dapat dikenal di konsumen pasar luar negeri, setidaknya dibutuhkan waktu tiga tahun dengan mengikuti sejumlah agenda pameran internasional. Oleh karena itu, Ivan menilai peran pemerintah kian dibutuhkan untuk membangun jaringan komunikasi pemasaran di luar negeri.
"Karena kalau kita ke luar negeri, yang mahal bukan koleksi, tapi nama kita sebagai desainer untuk diterima di luar negeri. Juga menjaga kita, mengedukasi kita bagaimana untuk bisa ekspor," katanya.
Ivan menuturkan, para pemiliki brand fesyen muslim mau untuk berinvestasi mahal demi melakukan promosi di luar negeri. Namun, di sisi lain pemerintah diharap dapat berperan lebih.
"Jadi, kalau kita mau ke luar negeri, dimantapkan dulu rencana jangka panjangnya termasuk pemasarannya," kata dia.