Selasa 23 Aug 2022 15:02 WIB

Pecah Telur! BI Menaikan BI 7DRRR Jadi 3,75 Persen

Ini kenaikan pertama sejak BI menahan suku bunga 3,5 persen sejak 18 Februari 2021.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen. Ini menjadi kenaikan pertama sejak BI terus mempertahankan suku bunga rendah 3,5 persen mulai 18 Februari 2021.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen. Ini menjadi kenaikan pertama sejak BI terus mempertahankan suku bunga rendah 3,5 persen mulai 18 Februari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen. Ini menjadi kenaikan pertama sejak BI terus mempertahankan suku bunga rendah 3,5 persen mulai 18 Februari 2021.

"Keputusan kenaikan suku tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk mitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak non subsidi dan inflasi volatile food," katanya konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga

Kenaikan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Perry menekankan pertumbuhan ekonomi domestik semakin kuat.

Bank Indonesia juga memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan. Diantaranya memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tersebut untuk memitigasi risiko kenaikan inflasi inti dan ekspektasi inflasi.

Selain itu, memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi dengan intervensi di pasar valas. Kemudian, memperkuat sinergi antara pusat dan daerah untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan ketahanan pangan.

Selanjutnya, mengimplementasikan kebijakan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan atau memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Di sisi kredit juga melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga berdasarkan segmen kredit.

Terakhir, BI memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi digitalisasi. Terutama melalui perluasan layanan dan akses QRIS serta BI-FAST kepada berbagai lapisan masyarakat terutama dalam pemberdayaan UMKM dan pembelian produk dalam negeri.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement