REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf mendorong pemerintah untuk segera melakukan perbaikan tata kelola penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Menurutnya penerimaan mahasiswa baru lewat jalur Mandiri, yang dimanfaatkan sejumlah pejabat di Universitas Lampung (Unila) untuk kepentingan pribadi, harus menjadi cambuk untuk perbaikan tata kelola penerimaan mahasiswa PTN ke depannya.
"Keleluasaan kampus dalam menerima mahasiswa baru lewat jalur Mandiri perlu mendapat perhatian dari pemerintah pusat agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan pejabat di PTN di seluruh wilayah Indonesia," kata Dede dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/8/2022).
Dede mengatakan pemerintah bersama PTN di seluruh wilayah Indonesia harus menyadari bahwa sejatinya Jalur Mandiri adalah afirmasi untuk mahasiswa atau calon mahasiswa baru dengan kebutuhan khusus, misalnya dari daerah tertinggal, mahasiswa tidak mampu, atau terkendala persoalan lainnya.
Namun ia menyayangkan, Jalur Mandiri ini kerap tidak transparan, tidak terukur, dan tidak akuntabel sehingga menjadi celah bagi tindakan penyimpangan dari para pejabat di lingkungan PTN.
"Jalur Mandiri harus dikembalikan ke tujuan yang sebenar-benarnya, tujuan afirmasi," ucapnya.
Ia menyarankan agar jalur mandiri di PTN dihapus dan diganti dengan test seleksi resmi, gelombang 1, 2, dan 3 dengan biaya semester progresif, jadi jelas dan terukur. Sehingga menurutnya tidak terjadi lobby-lobby bawah tangan. "Transparan penggunanya,” tambahnya.
Sementara itu untuk jalur afirmasi, Dede menyatakan harus diperuntukkan untuk siswa berbakat dalam bidang non-akademik seperti olahraga, pramuka, seni, dan sebagainya. Kemudian juga untuk siswa berkebutuhan khusus dan atau mahasiswa dari daerah 3T.
"Perlu juga ditinjau ulang soal PTNBH (perguruan tinggi berbadan hukum) yang akibatnya membuat PTN berlomba-lomba buka jalur mandiri untuk bisa membiayai sendiri. Dulu namanya BHMN (badan hukum milik negara), sekarang PTNBH," tuturnya.
Ia juga meminta pemerintah dan PTN untuk menjunjung tinggi transparansi dan objektivitas di dunia akademis. Sehingga, kata Dede, tidak terjadi lagi kasus suap di lingkungan kampus.
"Jangan sampai dunia akademis tercoreng karena adanya segelintir orang yang memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya sehingga melakukan cara-cara yang tidak transparan, cara-cara curang," ucapnya.
Komisi X DPR RI pun mendorong pemerintah secepat mungkin menyelesaikan persoalan sebagai dampak kasus hukum yang melibatkan pejabat di Unila, termasuk kekosongan kepemimpinan di kampus tersebut agar kegiatan di kampus tidak terkendala dan tetap bisa berjalan dengan baik.
Selain itu, menurut Dede, pemerintah mesti duduk bersama dengan seluruh PTN agar tak ada lagi kejadian serupa di kampus lainnya. "Patut diingat bahwa seluruh warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, baik melalui jalur mandiri atau pun reguler," sebutnya.
"Jangan sampai perilaku koruptif pejabat kampus merampas hak-hak warga negara atas pendidikan," imbuhnya.