REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang pernah terkena Covid-19 berisiko lebih besar terhadap masalah gangguan otak, seperti demensia dan brain fog. Peningkatan risiko ini terjadi dalam kurun dua tahun setelah terinfeksi SARS-CoV-2.
Temuan ini diungkapkan oleh sebuah studi yang dipublikasikan dalam The Lancet. Studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari University of Oxford ini melibatkan data dari sekitar 1,3 juta orang yang terdiagnosis dengan Covid-19 pada 20 Januari 2020 hingga 13 April 2022.
Tim peneliti juga menggunakan data dari sekitar 1,3 juta orang yang mengalami penyakit pernapasan lain sebagai perbandingan. Sebagian besar data yang digunakan dalam studi ini merupakan data pasien dari Amerika Serikat.
Hasil studi menemukan bahwa pasien Covid-19 berisiko terhadap kecemasan dan depresi. Akan tetapi, peningkatan risiko yang terjadi bersifat sementara dan akan menurun secara cepat dalam waktu dua bulan setelah infeksi.
Akan tetapi, peningkatan risiko neurologis tampak lebih tinggi dan menetap lebih lama. Beberapa risiko tersebut antara lain demensia, brain fog, serta epilepsi atau kejang.
"Temuan ini menyoroti konsekuensi jangka panjang pada kesehatan mental dan otak orang-orang setelah infeksi Covid-19," jelas ketua tim analisis Max Taquet, seperti dilansir WebMD.
Tim peneliti juga mendapati bahwa brain fog merupakan masalah jangka panjang akibat Covid-19 yang persisten. Brain fog merupakan sebuah kondisi yang mempengaruhi kemampuan berpikir. Orang yang mengalami brain fog bisa merasa bingung, tak terorganisir, sulit untuk fokus, atau sulit untuk mengutarakan pikiran melalui kata-kata.
Di antara penyintas Covid-19 berusia 18-64 tahun, ada sebanyak 6,5 persen orang yang mengeluhkan brain fog, dua tahun setelah terinfeksi. Sedangkan pada penyintas Covid-19 lansia berusia 65 tahun ke atas, ada 15,4 persen kasus brain fog dan 4,5 persen kasus demensia yang ditemukan.
Menurut studi, varian delta dan omicron tampak tak memiliki perbedaan besar terkait risiko-risiko ini. Temuan ini sedikit memberikan napas lega karena efek depresi dan kecemasan yang muncul setelah Covid-19 tak berlangsung lama. Selain itu, kedua keluhan tersebut juga tak ditemukan pada anak-anak.
Akan tetapi, temuan ini juga mengkhawatirkan karena beberapa gangguan yang berkaitan dengan kesehatan otak bisa menetap lebih lama. Bahkan, dampak ini bisa tetap terlihat dua tahun setelah terkena Covid-19.
"Juga terlihat bahwa omicron, meski lebih ringan, juga diikuti dengan tingkat diagnosis (demensia hingga kejang) dengan tingkat yang setara (dengan delta)," ujar ketua tim studi Paul Harrison.