Rabu 24 Aug 2022 03:25 WIB

Kemenkes: Kelebihan Konsumsi GGL Sebabkan Kardiovaskuler dan Stroke

Lingkungan di Indonesia kurang mendukung terhadap terciptanya iklim yang sehat.

Ilustrasi. Konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) berlebih dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan stroke.
Foto: www.maxpixel.com
Ilustrasi. Konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) berlebih dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan stroke.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Elvieda Sariwati mengatakan, konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) berlebih dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan stroke. Dia menambahkan, tekanan darah tinggi, gula darah tinggi dan obesitas menduduki lima besar faktor risiko yang menyebabkan beban penyakit di dunia.

"Kardiovaskuler dan stroke ini sangat terkait dengan asupan gula garam lemak yang kita konsumsi sehari-hari," kata Elvieda dalam diskusi publik daring bertajuk "Masa Depan Pengendalian Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)" yang diikuti di Jakarta, Selasa (24/8/2022).

Baca Juga

Selain itu, pembiayaan kesehatan terbesar juga diduduki oleh penyakit kardiovaskuler, kanker dan stroke. "Kalau kita lihat juga bahwa pembiayaan terbesar adalah juga pada penyakit kardiovaskuler, kanker dan stroke," katanya.

Elvieda mengatakan, 28,7 persen masyarakat mengonsumsi gula, garam, lemak (GGL) melebihi batas konsumsi yang dianjurkan. "Kita lihat memang yang paling tinggi adalah pada konsumsi garam yang berlebih itu ada 53,5 persen dan tentunya ini harus menjadi perhatian semua," katanya.

Elvieda juga menjelaskan data tentang prevalensi obesitas dan berat badan berlebih pada anak dalam 10 tahun terakhir yang meningkat dua kali lipat. Kemenkes mengatakan, konsumsi GGL berlebih pada anak disebabkan tingginya konsumsi teh cair dalam kemasan.

"Kalau dilihat dari survei diet kita, yang paling banyak itu adalah minuman teh cair dalam kemasan," katanya.

Karena itu, Kemenkes mendorong perlunya aturan untuk membatasi peredaran minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) melalui cukai minuman berpemanis. "Saya kira kami sangat setuju bagaimana kita bisa mengatur ataupun menerapkan cukai minuman berpemanis," katanya.

Organisasi masyarakat sipil Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI) mendorong implementasi pengenaan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) agar melindungi hak masyarakat untuk sehat. "Kami terus mendorong proses implementasi cukai MBDK di Indonesia oleh pemerintah yang bertujuan untuk melindungi hak masyarakat untuk sehat dan juga untuk mendorong adanya lingkungan yang suportif bagi masyarakat untuk lebih sehat," kata Research Associate CISDI Gita Kusnadi.

Ia mengatakan bahwa lingkungan di Indonesia saat ini kurang mendukung terhadap terciptanya iklim yang sehat terutama untuk mencegah obesitas dan kelebihan berat badan. Hal ini diketahui dari hasil survei online yang diadakan CISDI pada Mei-Juni 2022. 

Survei ini melibatkan 2.605 responden usia minimal 18 tahun dari seluruh provinsi di Indonesia dengan mayoritas responden dari Pulau Jawa. "Menurut responden yang kami jangkau itu ternyata mereka menilai produk MBDK itu sangat terjangkau bahkan jika dibandingkan dengan produk lain yang tidak berpemanis," katanya.

Mayoritas responden juga melihat produk-produk MBDK mudah didapat karena toko-toko yang menjual produk MBDK letaknya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Mayoritas responden juga menyetujui bila cukai MBDK diterapkan di Indonesia.

Tak hanya itu, responden juga setuju untuk mengurangi konsumsi MBDK bila pengenaan cukai MBDK dilakukan sebesar 20 persen. "Terkait alokasi untuk penggunaan pendapatan yang didapatkan dari cukai, kami mendapat hasil bahwa 9 dari 10 responden itu menyatakan setuju jika pendapatan yang dihasilkan dari cukai digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement