Kasus Ketum PPP, Santri Nusantara Datangi Polda DIY
Rep: Ali Mansur/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa | Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay/YU
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejumlah orang yang tergabung dalam Santri Nusantara mendatangi Polda DIY untuk melaporkan kasus Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa. Ini merupakan buntut pidato Suharso yang menyinggung soal amplop untuk kiai.
"Iya benar, mereka ingin melaporkan. Tapi sejauh ini saya cek masih sebatas konsultasi," ujar Kabid Humas Polda DIY Kombes Yulianto kepada Republika, Rabu (24/8/2022).
Yulianto menuturkan Santri Nusantara perlu melaporkan bukti-bukti apa yang mau dilaporkan. "Akhirnya oleh tim asistensi mereka diminta melengkapi dasar yang ingin dilaporkan, bukti-buktinya apa. Karena kami tidak bisa asal terima laporan. Mesti ada bukti pendukungnya," kata Yulianto.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Santri Nusantara, Hidayat mengaku Santri Nusantara siap mengganti seluruh amplop atau uang yang telah dikeluarkan Suharso untuk para kiai. Menurutnya, seorang kiai merupakan orang istimewa yang harus dihargai karena sudah berjuang mendidik generasi bangsa. Sehingga tidak pantas mendapat perlakuan seperti itu dari Suharso.
"Masa hanya karena persoalan sepele, contohnya dengan realita memberi uang jadi seperti ini. Seberapa besar sih pemberiannya? Kaum santri siap mengganti," tutur Hidayat, usai membuat laporan di Polda DIY, Selasa (23/8/2022).
Hidayat berharap, laporan yang telah diterima oleh Polda DIY bisa segera ditindaklanjuti dan mendapat titik terang sesuai yang para santri inginkan. Hidayat pun meminta Suharso untuk meminta maaf secara terbuka kepada para kiai dan santri.
"Kami berharap kepolisian bisa mengusut kasus ini, sesuai dengan hukum yang ada. Selain itu, Ketua Umum PPP ini juga harus minta maaf kepada para kiai dan santri yang sudah dihina olehnya," katanya.
Sebelumnya, Suharso juga telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dengan pernyataan ‘amplop kiai’ yang dilontarkannya. Pernyataannya tersebut dinilai telah mencemarkan nama baik para kiai dan pesantren di Indonesia. Laporannya teregistrasi dengan nomor LP/B/4281/VIII/2002/SPKT/Polda Metro Jaya.
Dalam laporannya, Ari Kurniawan menggunakan Pasal 156 dan 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Suharso dianggap melanggar aturan perihal menyatakan kebencian atau penghinaan terhadap suatu agama atau golongan di muka umum.