REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) memiliki kesempatan untuk mendorong hadirnya hakim-hakim yang baik. Caranya dengan melalui pengawasan perilaku hakim secara lebih intensif guna menjaga peradilan yang bersih.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menilai, masyarakat harus diajak menjadi 'mata dan telinga' ataupun sistem peringatan dini apabila menemukan kejanggalan atau perilaku hakim yang menyimpang.
"Pemberdayaan perangkat ini (masyarakat) harus terus ditingkatkan dengan terus diberikan pengetahuan, penyuluhan, ataupun pembelajaran sehingga kesadaran dan kapasitas mereka dalam ikut serta mewujudkan peradilan yang bersih dapat kita wujudkan," kata Mahfud dalam seminar bertajuk 'Penguatan Peran Komisi Yudisial dalam Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat, dan Perilaku Hakim' di Auditorium Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2022).
Menurut Mahfud, hakim yang adil, jujur, arif, bijaksana, dan berintegritas merupakan komponen penting dalam penegakan hukum dan menjadi dambaan seluruh lapisan masyarakat. Dia menganggap, penguatan KY, khususnya mengenai kewenangan mengawasi hakim perlu didorong menjadi keinginan bersama bangsa Indonesia agar kualitas penegakan hukum menjadi tepercaya.
"Penguatan Komisi Yudisial, khususnya terkait pengawasan perilaku hakim perlu didiskusikan bersama-sama dengan didorong menjadi keinginan bersama untuk menjadikan negara Republik Indonesia sebagai negara yang memiliki kualitas penegak hukum excellent (unggul) dan tepercaya," kata Mahfud
Menurut Mahfud, penguatan KY juga akan mampu mewujudkan tercapainya kepastian hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berurusan dengan hukum. Kemudian, Mahfud mengingatkan mengenai sejarah pembentukan Komisi Yudisial.
Dia menyampaikan ketika Orde Baru runtuh karena reformasi, salah satu hal penting untuk dibenahi oleh pemerintah adalah dunia peradilan melalui perubahan konstitusi. Pada waktu itu, sambung dia, masalah yang paling serius untuk dibenahi adalah maraknya mafia peradilan. Sehingga hakim, jaksa, dan polisi dapat diajak bekerja sama oleh kekuatan di luar diri mereka.
"Banyak hakim yang integritasnya jatuh sehingga pada saat itu digagas, mari kita buat sebuah lembaga pengawas seperti di negara-negara lain. Itu yang kita ingat, kira-kira 24 tahun lalu ketika baru dimulai reformasi," ucap Mahfud.
Selanjutnya, pemerintah menyerahkan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk membuat mekanisme pengawasan hakim dengan lembaga yang lebih kuat secara internal. Akan tetapi, ujar Mahfud, pada saat itu MA menolak permintaan tersebut.
"Itu tertulis di buku blue print Mahkamah Agung yang empat jilid. Tertulis Mahkamah Agung tidak mampu mengawasi hakimnya sendiri sehingga perlu membentuk komisi baru dan lahirlah Komisi Yudisial ini," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu
Dengan mengingat sejarah itu, lanjut Mahfud, seluruh elemen bangsa Indonesia dapat memahami bahwa KY memiliki peran penting, terutama pada saat Indonesia dihadapkan pada persoalan mafia peradilan yang berkembang menjadi mafia hukum.