REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alquran menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW mendapat kecamaan dan hinaan dari orang-orang kafir yang menyakitkan hati baginda Rasulullah SAW. Kemudian Allah SWT menghibur Rasulullah SAW dengan menurunkan QS Al-Furqan Ayat 20. Dijelaskan bahwa Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad SAW juga manusia yang tidak bebas dari sifat-sifat manusiawinya, mereka sama-sama membutuhkan makan dan minum sebagaimana Nabi Muhammad SAW.
وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ اِلَّآ اِنَّهُمْ لَيَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ وَيَمْشُوْنَ فِى الْاَسْوَاقِۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً ۗ اَتَصْبِرُوْنَۚ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيْرًا ࣖ
Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu (Nabi Muhammad), melainkan mereka pasti menyantap makanan dan berjalan di pasar. Kami menjadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Tuhanmu Maha Melihat. (QS Al-Furqan: 20)
Tafsir Kementerian Agama menerangkan, pada ayat ini Allah menjelaskan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa Rasul-rasul sebelumnya juga makan dan minum seperti dia. Kecaman-kecaman orang kafir terhadap dirinya amat menyakitkan hati Nabi Muhammad, kecaman-kecaman itu bukan semata-mata kecaman saja, bahkan mengandung hinaan yang sangat merendahkan dirinya padahal dia adalah seorang Rasul yang dimuliakan Allah.
Maka untuk menghibur dan meringankan tekanan batin yang diderita Nabi Muhammad SAW yang disebabkan kecaman dan hinaan itu, Allah menyatakan kepadanya bahwa Dia tidak pernah mengutus seorang Rasul sebelumnya seperti yang dikehendaki oleh orang-orang kafir Makah itu. Semua Rasul yang diutus Allah SWT adalah manusia yang tidak bebas dari sifat-sifat manusiawinya, karena sama-sama membutuhkan makanan dan minuman.
Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad SAW juga tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan firman-Nya pada ayat-ayat yang lain.
"Dan Kami tidak mengutus (Rasul-rasul) sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. Dan Kami tidak menjadikan mereka (Rasul-rasul) suatu tubuh yang tidak memakan makanan dan mereka tidak (pula) hidup kekal." (QS Al-Anbiya: 7-8)
Jadi perbedaan antara manusia sebagai Rasul dan manusia umumnya terletak pada keutamaan pribadinya, ketinggian akhlaknya, kesucian hati dan keikhlasannya dalam menunaikan tugasnya, karena itu diturunkanlah wahyu Allah kepadanya dan dikuatkan pula dengan mukjizat-mukjizat yang tidak dapat manusia menandinginya apalagi mengalahkannya.
Maka ejekan dan kecaman orang kafir itu amat jauh dari sasarannya, tidak wajar dilontarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kalau mereka (orang kafir) benar-benar hendak membatalkan kebenaran yang dibawanya bukannya dengan kecaman seperti itu yang harus mereka kemukakan. Mereka telah ditantang untuk menandingi mukjizat yang diberikan Allah kepadanya yaitu membuat satu surah pendek saja yang serupa nilainya dengan surah pendek dari Alquran. Tetapi mereka tidak berdaya dan tidak sanggup membuatnya walaupun mereka sudah termasuk golongan orang yang pintar dan tinggi sastranya.
Hanya rasa benci dan dengki telah menggelapkan hati nurani mereka (orang kafir) dan rasa takut akan kehilangan pengaruh dan kedudukan telah meluapkan amarah mereka. Karena itu mereka tetap menantang walaupun dalam hati mereka telah menyadari kekhilafan mereka.
Kemudian Allah menjelaskan pula bahwa manusia diuji dengan berbagai macam ujian. Masing-masing manusia diberi kebebasan, apakah dia akan tabah dan sabar menghadapi ujian itu atau dia akan berpaling dari kebenaran karena tidak tahan menanggung amarah dan rasa dengki di dalam hatinya.
Allah menjadikan sebagian manusia sebagai Nabi dan Rasul, pembawa risalah Tuhan-Nya, sebagian lain dijadikan-Nya raja dan penguasa yang berkuasa atas manusia lainnya, sebagian lagi dijadikan-Nya kaya dan kuat, miskin dan lemah dan demikian seterusnya.
Orang-orang yang mempergunakan akal dan pikirannya, terutama orang-orang yang beriman tidaklah akan terpengaruh oleh perbedaan tingkat, derajat, kekayaan dan kedudukan, tetapi dia akan tetap menerima yang benar dan menolak yang salah tanpa memperhitungkan darimana datangnya kebenaran itu, apakah kebenaran itu datangnya dari seorang kepala negara atau menteri atau dari seorang hina dina tidak mempunyai pengaruh apa-apa.
Ali bin Abi Talib pernah berkata, "Perhatikanlah apa yang dikatakan dan janganlah kamu memperhatikan siapa yang mengatakannya."
Si miskin diuji ketabahan hatinya menghadapi keadaannya yang serba kurang, tidak seperti orang kaya yang dapat menikmati berbagai macam kesenangan jasmani dengan kekayaannya itu. Orang-orang kafir Makah itu diuji kebersihan hati mereka dengan memberikan karunia kerasulan kepada Nabi Muhammad SAW, sedang dia adalah seorang biasa saja di antara mereka, bukan dari orang-orang kaya atau dari pemimpin kabilah yang berpengaruh besar.
Semua manusia diuji kekuatan mentalnya menghadapi perbedaan dan jurang pemisah antara berbagai macam golongan dalam masyarakat. Barang siapa yang menang dalam menghadapi ujian itu dialah yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Lihatlah kepada orang yang rendah derajatnya dari kamu, dan janganlah melihat orang yang lebih tinggi dari kamu, karena melihat kepada orang yang lebih tinggi itu akan membawamu menjadi merendahkan nilai nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadamu." (Riwayat Muslim)
Demikianlah ujian yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya itu yang tabah dan sabar menghadapi ujian itu sehingga ia termasuk orang-orang yang lulus dan menang. Dia akan memberi balasan sebaik-baiknya kepada pemenang-pemenang itu dan akan menimpakan siksaan kepada orang-orang yang kalah yang karena ketidak sabarannya dan karena kesombongannya dia sampai mendurhakai nikmat yang telah diberikan-Nya kepada mereka.