REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Karjono memberikan pencerahan Pancasila dengan tema “Internalisasi Filosofi dan Nilai Pancasila pada Era digital”, pada Pelatihan Digital Leadership Academy (DLA), yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rabu (24/8/2022).
Pelatihan kepemimpinan era digital ini dimaksudkan menjalankan program prioritas nasional pembangunan SDM bidang digital yang komprehensip dan berkelanjutan, yang diikuti oleh Aparatur Sipil Negara, masyarakat dan akademisi baik nasional maupun internasional.
Pelatihan ini atas kerja sama dengan Harvard Kennedy School Harvard University, School of Public Policy and Management Tsinghua University, Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapura, Oxford Internet Institute University of Oxford, Cornel University, Moller Institute University of Cambridge, Imperial College London, dan Massachusetts Institute of technology.
Dalam awal paparannya Karjono memperkenalkan Salam Pancasila yang digagas oleh Megawati Soekarnoputri Ketua Dewan Pengarah BPIP. Salam Pancasila ini diadopsi dari pekik "Merdeka" yang ditetapkan oleh Bung Karno melalui Maklumat 31 Agustus 1945. Karjono menyampaikan bahwa sejatinya Salam Pancasila memiliki ruh luhur salam kebangsaan yang dapat menyatukan Indonesia.
Menurutnya, transformasi digital banyak membawa manfaat dan dampak positif, namun juga tidak menutup kemungkinan menimbulkan keresahan seperti menipisnya kesantunan, kebebasan berekspresi yang seringkali kebablasan dan tidak bertanggungjawab, menimbulkan berita hoaks, fitnah, tidak toleran, ancaman radikalisme, dan ideologi negara serta dampak negatif lainnya.
Berdasarkan survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), terdapat 12,1 persen pria berpotensi terpapar radikalisme, sedangkan pada wanita sebesar 12,3 persen. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara beberapa waktu lalu juga menyebutkan, setiap bulan terdapat 10 ASN diberikan sanksi karena terpapar radikalisme dan terorisme. "Hal ini karena mereka tidak memegang sumpah jabatan, ingin mengganti dasar negara, serta melawan konstitusi dan ideologi negara (Pancasila)," papar Karjono, dalam siaran persnya.
Hasil survei Center Strategic and International Studies (CSIS) menunjukan, generasi milenial (17-29 tahun) sangat rendah ketertarikan dalam membaca, membahas isu sosial politik dan menulis. Selain itu, aktivitas sosial generasi milenial masih rendah.
“Ini artinya generasi milenial semakin mengkawatirkan dan bersifat individual. Mari kita sosialisasikan Pancasila secara marif secara gotong royong bersama. Jangan dibiarkan," tegas Karjono.
Karjono menegaskan sejarah dan sejatinya Pancasila, karena kita wajib tahu hal yang sebernarnya, mengenai harus selalu mengingat sejarah Bung Karno dalam Pidato peringatan hari ulang tahun kemerdekaan 17 Agustus 1966, menyampaikan jangan sekali-kali meninggalkan sejarah yang popular dengan sebutan “Jas Merah”. Ia menambahkan selain Jas Merah jangan lupa dengan “Jas Hijau” (Jangan Lupa Jasa Para Ulama).
Pancasila Sejati atau Sejatinya Pancasila merupakan satu kesatuan yang lahir pada 1 Juni 1945, piagam Jakarta 22 Juni 1945, kemudian menjadi perjanjian luhur bangsa pada sidang PPKI pada 18 Agustus 1945 sampai dengan ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, serta testimoni pelaku sejarah oleh Bung Hatta yang memberikan kuasa kepada Guntur, dan testimoni Dr Radjiman Wediodiningrat, dan pelurusan sejarah oleh AB Kusuma. Sejatinya Pancasila lahir 1 Juni 1945. Ujarnya.
Disisi lain, Karjono memaparkan Pancasila sebagai filosofi kehidupan perlu ditanamkan secara terus-menerus kepada semua lapisan masyarakat, tak kecuali kepada pemimpin tinggi sebagai sosok yang dapat mempengaruhi kebijakannya yang strategis.
Dalam mengimplementasikan Pancasila di era digital Karjono mengajak selalu positive thinking, dan bangga dengan negaranya, kemajuan atas prestasi pimpinan termasuk Presiden, Jokowi khususnya, dan kita harus saling mengasihi, mengingatkan, menghargai, dan menjunjung tinggi sesama pengguna media digital. "Yang pada alas dasarnya kita harus Gotong Royong. Apabila seseorang menghujat, memaki, membuat berita hoax, memfitnah dan yang penting beda. Maka orang seperti ini akan mati keperdataan, artinya akan menghadapi kesulitan hidup yang nyata dan tidak akan pernah ada ketengan," ujar Sekretaris MUI bidang Hukum dan Perundang-undangan ini.
Terakhir, Karjono berpesan kepada generasi muda agar tidak ikut-ikutan menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. Hidup bertoleransi, melestarikan budaya, memakai produk Indonesia, berprestasi mengharumkan nama bangsa dan Negara, baik nasional maupun di dunia internasional (Taman Sari Nasional dan Internasional/hidup Bahagia dan hidup berdampingan dan menjaga kedamaian antar Negara, serta menjaga nama baik bangsa dan negara pesan Bung Karno).
Seluruh lapisan masyarakat harus berperan aktif untuk menjadi pelopor cita-cita Indonesia, tidak hanya mengandalkan kemampuan kepintaran dan kepandaiannya saja, namun yang lebih penting dan utama diiringi dengan pembangunan karakter, kepribadian, kepatuhan dan ketakwaan," tegas Karjono.
Dalam diskusi dengan tema “Internalisasi Filosofi dan Nilai Pancasila pada Era digital” ini dipimpin dan dimoderatori oleh Drs. Sadjan, M. Si Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika.