REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Agus Suradika, Pakar Pendidikan UMJ dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta
Istilah milenial (millennial) pertama kali dikenalkan oleh William Strauss dan Neil Howe dalam buku karya mereka: Generation yang terbit tahun 1991. Buku tersebut membahas sejarah Amerika Serikat sebagai serangkaian biografi generasi.
Dalam perkembangan berikutnya, generasi milenial dipahami sebagai generasi yang lahir pada 1980 - 1990, atau pada awal 2000. Usia mereka saat ini berkisar antara 22–42 tahun. Untuk memudahkan memahami mereka, para pakar memberi sejumlah ciri, salah satu yang sangat kentara adalah “No gadget, no life”.
Gadget merupakan alat kecil yang digunakan untuk mengakses internet. Dengan gadget manusia dapat berselancar mencari berbagai informasi yang mereka butuhkan. Gadget memang dapat memudahkan hidup manusia, tetapi juga dapat menyulitkan dan mencelakakan. Mengutip Alvin Toffler, teknologi itu ibarat pisau bermata dua, dapat digunakan untuk kebaikan, tetapi pada saat yang sama dapat juga digunakan untuk kejahatan.
Kejahatan yang sering muncul sebagai dampak negatif internet adalah tersajinya berbagai konten berupa gambar dan video porno, tindakan kekerasan, perundungan dan berbagai tindakan antisosial lainnya. Sajian konten ini begitu marak. Tanpa filter dan sangat arogan. Dalam penyajiannya, sering terjadi saat seseorang mengakses informasi positif, tetiba muncul gambar atau video tidak senonoh di salah satu sudut layar gadget mereka. Bukan dari hacker, melainkan iklan yang menghidupi konten tersebut. Kejadian seperti ini dapat membuat pengguna gadget tersesat.
Lalu, bagaimana peran Muhammadiyah dalam memberikan pencerahan kepada generasi millennial yang tidak bisa lepas gadget dalam genggaman tangannya?
Muhammadiyah lahir dari semangat Kanjeng Kiai Dahlan dalam memerangi Tahayul, Bid’ah, Churafat (TBC), mencairkan kejumudan, dan mencerahkan kehidupan manusia. Pada setiap zamannya, Gerakan Muhammadiyah selalu melahirkan ide-ide yang meluruskan dan berkemajuan.
Di era milenial ini Muhammadiyah harus tampil menggerakan dakwahnya melalui berbagai konten di dunia maya. Semua potensi sumber daya yang dimiliki digerakkan mengisi terbatasnya konten positif. Ustadz di masjid, Guru di sekolah, dosen di perguruan tinggi, dokter di rumah sakit, perawat di berbagai layanan kesehatan, mahasiswa di kampus, budayawan di singgasananya, wartawan di berbagai media, dan profesi lain yang menjadi anggota Muhammadiyah dapat digerakan untuk mengisi konten positif melalui amal usahanya masing-masing. Dakwah bil hal dan dakwah bil lisan yang sudah banyak dilakukan Muhammadiyah disajikan melalui menu menarik dalam bentuk dakwah digital.
Memang, saat ini hidup tanpa gadget adalah kemustahilan, tetapi memanfaatkan gadget untuk sesuatu yang buruk adalah kecelakaan dan kerugian. Di sinilah Muhammadiyah harus memberikan pencerahahannya pada generasi milenial melalui penyajian berbagai konten menarik yang bersumber dari Alquran dan al-Hadits di jagad maya untuk mengungguli konten negatif. Dengan banyaknya konten positif tersaji, milleal akan mudah menemukan konten positif yang dapat mencerahkan kehidupan mereka.