Kamis 25 Aug 2022 16:56 WIB

'Ada Anggota DPR yang Berusaha Pengaruhi IPW di Kasus Sambo'

IPW sejak 12 Juli 2022 menyatakan ada yang janggal dalam kasus tersebut.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan, bahwa dirinya pernah ditelepon oleh tiga orang yang membicarakan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) yang menyeret nama Irjen Ferdy Sambo. Dua di antaranya adalah anggota DPR.

Bahkan pada 12 Juli 2022, salah satu anggota DPR itu memiliki atensi untuk mempengaruhi kasus tersebut ketika berbicara dengannya. Legislator yang enggan ia ungkap identitasnya tersebut mengatakan, Sambo adalah korban dalam kasus tersebut.

"Jadi dia (anggota DPR) bilang, FS ini korban, FS ini dizalimi. Harga dirinya diinjak-injak dan dia (Sambo) sangat menyesal, kenapa bukan dia yang menembak," ujar Sugeng dalam sidang yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Kamis (25/8).

Anggota DPR tersebut, kata Sugeng, juga menekankan bahwa istri Sambo, Putri Candrawati adalah korban dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Legislator tersebut menyebut, Putri adalah orang yang dilecehkan.

"Persis sama dengan yang sama dilontarkan Karopenmas, oke informasi saya ini saya tampung. Itu tanggal 12 Juli," ujar Sugeng.

Meski enggan mengungkap identitasnya, Sugeng menjelaskan, bahwa anggota DPR yang berusaha mempengaruhinya itu merupakan mantan pengurus organisasi hak asasi manusia (HAM). Khususnya, ketika Sugeng menjabat sebagai wakil ketua di organisasi tersebut.

"Ketika dia bilang panggil, dinda (dalam telepon), orang ini saya tidak tahu, saya tidak sebut. Memang dia anggota dewan, dia apakah lebih tua dari saya atau tidak? Yang pasti saya tidak pernah adik asuhnya," ujar Sugeng.

"Dia bahkan ketika menjadi pengurus satu organisasi HAM, saya sudah wakil ketuanya di Jakarta, nasional. Dia memanggil saya dinda, jadi saya tersinggung," sambungnya.

Adapun anggota DPR kedua yang menghubunginya tidak bertujuan untuk mempengaruhinya terkait kasus tersebut. Legislator tersebut hanya meminta penjelasan terkait kasus yang menjadikan Sambo sebagai tersangka itu.

"Dia menelpon, saya telepon balik, karena ditanya ada apa sih, saya cuma nelepon 'ini bang soal kasus Sambo ini menurut saya janggal'. Dia tidak memengaruhi kalau ini," ujar Sugeng.

Sosok terakhir yang menghubunginya adalah seorang polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes) dari Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri. Anggota Baintelkam Polri tersebut menghubunginya dan memiliki atensi untuk mempengaruhinya terkait kasus Brigadir J.

Sugeng menjelaskan, anggota Polri tersebut juga menceritakan hal yang sama seperti yang dijelaskan oleh anggota DPR pertama yang menghubunginya. Baik Putri yang mengalami pelecehan dan Sambo adalah korban dalam kasus tersebut.

"Ceritanya persis seperti anggota DPR yang pertama, pelecehan, kemudian korban. Dia marah, FS itu tidak ada di lokasi, sedang PCR. Saya kan menganalisis dan saya punya informasi. Jadi saya tetap," ujar Sugeng.

Adapun IPW sendiri sejak 12 Juli 2022 menyatakan, ada yang janggal dalam kasus tersebut. Bahkan sudah menyatakan adanya obstruction of justice atau suatu tindakan yang mengancam dengan atau melalui kekerasan, atau dengan surat komunikasi yang mengancam, memengaruhi, menghalangi, atau menghalangi, atau berusaha untuk mempengaruhi, menghalangi, atau menghalangi, administrasi peradilan atau proses hukum yang semestinya.

"IPW menyatakan ada obstruction of justice. Hari ini 97 orang yg diduga melanggar kode etik, ada yang kena obstruction of justice. Nah pada tanggal 12 Juli, baru masuk ini (telepon dari anggota DPR)," ungkap Sugeng.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement