Jumat 26 Aug 2022 00:35 WIB

Ombudsman Terbitkan Kajian Cepat Implementasi Aplikasi MyPertamina

Sosialisasi MyPertamina dinilai belum masif dan hanya terbatas pada SPBU tertentu.

Membeli Pertalite dan solar bersubsidi menggunakan aplikasi MyPertamina.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Membeli Pertalite dan solar bersubsidi menggunakan aplikasi MyPertamina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman telah menerbitkan rapid assessment atau kajian cepat mengenai pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi jenis pertalite dan solar melalui aplikasi MyPertamina. "Dalam tataran implementasi, penggunaan MyPertamina ini di lapangan menimbulkan keluhan masyarakat. Maka, Ombudsman RI dalam hal ini melalui Keasistenan Utama V menganggap perlu melakukan kajian cepat mengenai penggunaan MyPertamina pada masa uji coba dalam tahap pendaftaran maupun penyaluran BBM bersubsidi," kata Anggota Ombudsman Hery Susanto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Hery mengatakan tim Ombudsman Pusat dan 31 Kantor Perwakilan Ombudsman telah melakukan pengamatan pemberlakuan kebijakan MyPertamina pada 8-12 Agustus 2022. Kegiatan survei lapangan dilakukan dengan dengan mewawancarai langsung 781 responden di 31 provinsi se-Indonesia yang tersebar di 38 kota dan enam kabupaten SPBU dengan pengambilan sampel secara purposive random sampling.

Baca Juga

Responden yang disurvei merupakan pengendara mobil pribadi di bawah 1.500 cc, pengendara angkutan umum, pengendara angkutan barang dan pengendara sepeda motor di bawah 250 cc.

Adapun responden dari petugas SPBU diambil dari sampel SPBU yang mendapatkan penugasan implementasi aplikasi MyPertamina. Responden petugas SPBU yang diwawancarai sebanyak 66 orang yang tersebar secara purposive random sampling pada 66 SPBU di Indonesia.

Ombudsman melalukan kajian cepat tersebut bertujuan untuk mengetahui penerapan kebijakan penggunaan aplikasi MyPertamina dalam melakukan pendataan terhadap konsumen pembeli BBM, serta mengetahui kendala dan permasalahan penerapan uji coba aplikasi MyPertamina sebagai cara membatasi pembelian BBM bersubsidi.

Selain itu, tujuan lainnya berupa identifikasi potensi maladministrasi dalam pelaksanaan program pembelian BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina dan memberikan saran serta masukan bagi perbaikan kebijakan penerapan penggunaan MyPertamina dalam pembelian BBM.

Hery mengatakan dari 781 responden yang diwawancarai oleh Ombudsman, mayoritas responden atau sebanyak 82 persen adalah pekerja dengan penghasilan berkisar antara kurang dari Rp500.000 sampai dengan Rp4,5 juta. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden konsumen SPBU didominasi oleh golongan masyarakat menengah ke bawah.

Kemudian, mayoritas responden atau setara 67,1 persen mengetahui informasi terkait kebijakan pemerintah untuk pembatasan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Ombudsman mencatat ada 58,5 persen responden tidak mengetahui alasan mengapa pemerintah berencana membatasi kuota BBM bersubsidi.

Sementara itu, sebanyak 72,9 persen responden mengaku belum mendaftarkan diri ke dalam aplikasi MyPertamina. Mereka beralasan tidak mengetahui teknis pendaftaran.

Lebih lanjut Hery menyampaikan bahwa sosialisasi MyPertamina belum masif dan hanya terbatas pada SPBU tertentu melalui informasi media sosial, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran informasi dan minimnya partisipasi masyarakat.

Tak hanya itu, responden menilai implementasi MyPertamina belum dilakukan secara masif mengingat tidak semua kabupaten maupun kota dan SPBU yang ada telah mendapatkan sarana atau alat yang digunakan dalam program MyPertamina.

"Golongan masyarakat seperti nelayan, petani, pedagang, dan lainnya masih mengalami kesulitan dalam mengakses BBM bersubsidi karena jauhnya jarak SPBU dan kelangkaan BBM bersubsidi di lapangan," kata Hery.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement