REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA --Kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) masih terus menyerang hewan ternak yang berada di Kabupaten Tasikmalaya. Setiap hari, hampir selalu ada hewan ternak yang dilaporkan mengalami gejala PMK.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya, Heri Kusdiana, mengatakan, rata-rata penambahan kasus PMK per hari di daerah sekitar empat hingga lima kasus. "Selain itu, saat ini juga sudah terdapat hewan ternak yang mati akibat PMK di Kabupaten Tasikmalaya. Sampai saat ini sudah ada tiga ekor ternak mati karena PMK. Sementara yang dipotong paksa sudah 31 ekor," kata dia, Kamis (25/8/2022).
Berdasarkan data per 25 Agustus 2022, sudah terdapat 388 ekor ternak yang mengalami gejala PMK di daerah itu. Sebanyak 215 ekor dilaporkan sembuh, tiga ekor mati, dan 31 ekor dipotong paksa. Sementara sisanya masih dalam proses penanganan.
Heri mengatakan, pihaknya juga terus berupaya melakukan pengobatan suportif terhadap ternak yang sakit. Selain itu, vaksinasi terus digencarkan terhadap ternak yang sehat.
Ia menjelaskan, vaksinasi PMK di Kabupaten Tasikmalaya telah dilakukan dua tahap. Pada tahap pertama, dari 5.000 dosis vaksin yang tersedia, cakupan vaksinasi telah mencapai 97,6 persen.
Sementara pada tahap kedua, dari 7.000 dosis yang tersedia, cakupannya baru mencapai 12 persen. "Untuk tahap dua itu sudah termasuk dosis kedua, yaitu 8 persen dosis kedua dan 4 persen dosis pertama. Hewan ternak yang sudah divaksin dengan interval satu bulan diberikan dosis kedua. Namun prioritasnya tetap sasaran baru," kata dia.
Menurut Heri, pihaknya cukup kesulitan untuk mencari ternak sasaran baru untuk divaksin dosis pertama. Pasalnya, banyak ternak yang disimpan di hutan.
Terkait kompensasi untuk hewan ternak yang mati, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya sudah mengajukan kepada pemerintah pusat. Terfapat 34 ekor hewan ternak mati maupun dipotong paksa untuk mendapatkan kompensasi."Saat ini sedang diproses. Besarannya itu untuk hewan besar yang dipotong paksa atau mati diberi Rp 10 juta. Sementara untuk domba atau kambing akan dapat Rp 1,5 juta," kata dia.
Menurut dia, kompensasi itu sebnarnya bisa cepat dicairkan, asalkan dokumen persyaratannya lengkap. Namun, banyak permasalahan pengurusan dokumen di peternak. Ia mencontohkan, beberapa ternak yang dilaporkan mati itu belum terdaftar di aplikasi i-Sikhnas.
Perihal lalu lintas perdagangan hewan ternak, menurut Heri, saat ini masih belum kembali normal. Apalagi, sekarang sudah ada surat edaran dari BNPB."Itu sangat mempersulit lalu lintas. Kalau ada ternak yang tidak lengkap dokumennya, itu akan dikembalikan ke daerah asal," kata dia.