REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen sejumlah pihak akan keberlanjutan untuk masa depan yaitu mencapai nol emisi pada 2050 terus dipacu. Tak hanya itu, tidak sedikit yang bertekad dan memastikan 100 persen kemasan dapat didaur ulang. Dilansir dari Antara, Jumat (26/8/2022), Presiden Direktur Nestlé Indonesia Ganesan Ampalavanar mengatakan, pihaknya mempunyai empat fokus upaya keberlanjutan yaitu perubahan iklim, keberlanjutan kemasan, kepedulian air dan keberlajutan pengadaan bahan baku.
“Kami memastikan upaya pengurangan emisi dilakukan sepanjang mata rantai usaha (entire value chain), sehingga menjadikan komitmen kami ini lebih menantang. Dari pengadaan bahan baku, manufaktur, hingga pasca konsumsi,” kata Ganesa dalam webinar Katadata Safe 2022.
Ganesan menambahkan, komitmen mencapai emisi nol di 2050, dibagi menjadi komitmen jangka pendek di 2025 dan jangka menengah di 2030. Untuk jangka pendek pada 2025, PT Nestlé Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 20%. Lalu mencapai 50 persen pada 2030.
“Beberapa target yang mau dicapai di jangka pendek pada 2025, antara lain kemasan 100 persen dapat didaur ulang, menggunakan sekam padi sebagai biomassa boiler seperti yang sudah dimulai di Pabrik Karawang, dan 20% bahan baku dari pertanian regeneratif,” kata Ganesan.
Memastikan kemasan plastik dapat didaur ulang juga merupakan salah satu upaya untuk mendukung pencapaian emisi nol. “Kami memiliki tiga strategi dalam mendukung kemasan plastik sirkular yaitu less packaging, better packaging, dan better system. Saat ini, 88 persen kemasan kami sudah bisa didaur ulang,” ujar Ganesan.
Salah satu bentuk komitmen dalam membantu memperbaiki kemasan adalah menggunakan sedotan kertas, di mana Nestlé merupakan perusahaan pertama yang menggunakan sedotan kertas pada kemasan siap konsumsinya.
“Ini merupakan satu contoh, di mana cost-nya ditanggung oleh Nestlé dan kami berharap konsumen-konsumen produk kami menilai apa yang dilakukan oleh Nestlé dalam perjuangan melindungi keberlanjutan ini,” kata Ganesan.
Nestlé Indonesia juga mendukung terjadinya kolaborasi semisal dengan PLN. Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan investasi untuk penggunaan solar panel di seluruh pabrik untuk mendukung PLN menciptakan green energy.
PT PLN mendukung upaya industri dalam rangka penggunaan energi hijau. Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagaklistrikan PLN, Edwin Nugraha Putra berharap, sektor industri ikut terlibat untuk membantu ataupun menyerap energi hijau yang telah disiapkan PLN.
Dia menegaskan, PLN tetap berkomitmen membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan. Sekalipun saat ini PLN sedang mengalami over suplai listrik.
PLN mencatat, dalam beberapa tahun mendatang suplai listrik akan terus bertambah, melalui mega proyek 35 ribu Mega Watt (MW) yang masih terus berjalan. Hal ini akan menambah over suplai listrik di sejumlah wilayah seperti Pulau Jawa, Bali dan Sumatera.
Memastikan ketersediaan pasokan energi hijau juga sejalan dengan target PLN pada tahun 2025 yang diminta oleh pemerintah untuk mencapai 23 persen energi baru terbarukan. Pembangunan energi hijau tentu saja harus dikaitkan dengan kerja sama industri untuk memenuhi listriknya dari PLN.
"Perlunya offtaker, seperti pabrik pupuk, dan industri lainnya. Hal ini akan sangat membantu PLN di tengah kondisi over suplai pasokan listrik," ujarnya.
Di sisi lain, PLN berkomitmen mengatur untuk tidak memasukan energi fosil lagi ketika pertambahan beban terjadi. Dia memastikan bahwa PLN hanya menyelesaikam pembangunan 35 ribu MW yang dimulai sejak tahun 2015.