REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar Muslim di Cina didominasi oleh Suku Hui yang merupakan salah satu suku terbesar di Cina. Istilah Hui berasal dari Hui Hui yang ditujukan untuk bangsa Uyghur. Mereka muncul pada sekira abad ke-10 saat kekuasaan Dinasti Song. Saat ini, mereka banyak terkonsentrasi di Xinjiang.
Namun, sumber lain menyebutkan, istilah Hui bermula pada era Dinasti Ming. Saat itu, Islam dikenal dengan nama Tiangfang Jiao yang artinya agama bangsa Arab. Islam juga disebut Hui Hui Jiao, yakni agama bangsa Hui Hui. Dari sejarah tersebut, kemudian Muslimin Cina dari etnis apapun disebut sebagai orang Hui Hui.
Orang-orang Hui dapat dijumpai di sebagian besar kabupaten kota yang ada di seluruh Cina, terutama di Daerah Otonomi Ningxia Hui, Gansu, Qinghai, Henan, Hebei, Shandong, Provinsi Yunnan, serta Daerah Otonomi Xinjiang Uygur. Sebagai komunitas Muslim asli Cina, nilai-nilai Islam telah mengakar kuat di dalam kehidupan masyarakat Hui. Termasuk juga dalam hal tradisi masakan mereka.
Secara umum, masakan suku Hui memiliki banyak kemiripan dengan hidangan khas Cina utara lainnya. Kendati demikian, ada pengaruh peradaban Asia Tengah yang cukup signifikan dalam berbagai hidangan khas mereka. Sajian yang terbuat dari daging kambing, domba, atau sapi sangat disukai orang-orang Hui. Di samping itu, lemak hewani juga kerap digunakan dalam berbagai masakan mereka.
Beberapa jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa juga menjadi sumber bahan makanan masyarakat Hui. Namun, mereka terbilang jarang mengonsumsi keju ataupun bentuk-bentuk olahan susu lainnya. Orang-orang Hui sangat pantang mengonsumsi semua produk makanan yang mengandung babi ataupun bahanbahan lainnya yang diharamkan oleh ajaran Islam.