REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--B20 Future of Work and Education Task Force (FOWE TF) bekerja sama dengan Global Indonesian Professionals Association (GIPA) menggelar side event Global Human Capital (GHC) Summit 2022 dengan tema "Redoubling our global digital talents, green talents, and health talents." Acara diselenggarakan secara hibrida dengan pertemuan offline di Hotel Mandarin Jakarta, Kamis (25/8/2022).
GIPA mewakili profesional dan eksekutif Indonesia di luar negeri, terutama di negara-negara G20 dan ASEAN dalam 8 kelompok industri yang berupaya memajukan diplomasi ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia. GIPA sendiri telah lama menjadi mitra Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan saat ini ikut membantu mempromosikan B20 Indonesia di luar negeri.
Dialog side event ini berfokus pada peningkatan pemahaman dalam tiga tema prioritas yakni digitalisasi, energi hijau dan kesehatan. GHC Summit 2022 ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi talenta digital, talenta energi hijau, dan talenta kesehatan melalui jaringan asosiasi profesional Indonesia di seluruh Eropa, Timur Tengah, Amerika, dan Asia Pasifik.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid dalam sambutannya mengatakan ke depannya, Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan adaptif dengan perubahan semakin menjadi kunci kemajuan bisnis sekaligus kemajuan suatu negara. Presiden Jokowi, kata Arsjad, dalam memperingati satu abad republik ini memiliki visi Indonesia Emas 2045 yang akan memiliki generasi unggul dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia.
"Namun, Indonesia saat ini masih tertinggal kualitas SDM-nya dari negara-negara lain dengan tingkat pendapatan yang sama. Pada tahun 2022, indeks human capital Indonesia berada pada peringkat 96 dari
174 negara dan berada di belakang beberapa negara Asia Tenggara. Bahkan saat pandemi, kita dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa kita kekurangan tenaga medis," ujarnya.
Merujuk studi terbaru McKinsey, Arsjad mengatakan 30 persen pekerja global akan tergantikan oleh otomatisasi pada tahun 2030. Selain itu, pekerjaan administrasi juga nantinya akan tergantikan oleh teknologi AI sama halnya dengan sektor industri SDA yang secara perlahan akan transisi menuju industri hijau.
"Satu sisi, ini akan ada pekerjaan yang hilang. Namun secara positif, ada penciptaan lapangan kerja baru ketika dunia melakukan transisi menuju ekonomi hijau. Badan Energi Internasional menghitung, ada 40 juta lapangan kerja yang akan tercipta dari ekonomi hijau di tahun 2030. Indonesia yang memiliki generasi muda usia produktif atau bonus demografi harus memanfaatkannya. Ini kekuatan kita," ujar Arsjad.
Arsjad memprediksi, di Indonesia, akselerasi teknologi 4.0 memiliki potensi untuk mendorong produktivitas dan menghasilkan keuntungan hingga 70 bagi perusahaan, menciptakan 20 juta lapangan kerja baru dan menciptakan tambahan 120 miliar dolar AS dalam output ekonomi tahunan. Hal ini merupakan momentum sekaligus peluang yang mesti kita siapkan untuk mencapainya.
Revitalisasi Vokasi Kunci Talenta Berkualitas
Arsjad Rasjid mengingatkan, tenaga kerja Indonesia harus mampu beradaptasi di era revolusi industri 4.0 ini. Untuk itu, agar SDM tetap mampu bersaing di era digital, perlu menambah skill dengan cara reskilling atau upskilling. Peningkatan lapangan pekerjaan juga harus sejalan dengan peningkatan investasi. Tidak hanya keterampilan baru tetapi keterampilan yang dibutuhkan untuk industri masa depan.
"Jelas, kita tidak bisa melakukan ini sendirian. Kemitraan publik-swasta yang lebih erat diperlukan agar komunitas bisnis dapat berkontribusi untuk menyesuaikan transisi ini. Industri harus bisa berkolaborasi lebih praktis dengan pemerintah untuk merancang kurikulum yang sesuai kebutuhan industri di masa depan," jelasnya.