REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan penyesuaian harga BBM sudah selayaknya dilakukan untuk mengurangi beban APBN. Menurutnya anggaran subsidi BBM bisa dialihkan untuk pembangunan sektor lain, seperti pendidikan dan kesehatan.
"Bahasanya bukan kenaikan, tapi lebih kepada mengurangi beban subsidi yang harus pemerintah bayarkan kepada badan usaha. Saya kira hal ini perlu dilakukan untuk menyelamatkan beban keuangan negara," ujarnya, Jumat (26/8/2022).
Mamit mengatakan beban kompensasi yang harus dibayarkan negara kepada badan usaha sangat besar kurang lebih Rp502 triliun. Jika tidak ada pengurangan subsidi bisa dipastikan beban keuangan negara semakin berat.
Dia memperkirakan jika tidak ada pembatasan atau ruang fiskal yang cukup kuat untuk APBN, maka membutuhkan kurang lebih Rp65 triliun untuk menambah beban subsidi BBM dan kompensasi sampai akhir tahun ini.
"Penambahan kuota untuk Pertalite kurang lebih 5 juta kiloliter dan Solar subsidi kurang lebih 1,5 juta kiloliter. Dengan adanya pengurangan beban subsidi ini, maka bisa dipastikan akan sangat membantu keuangan negara," kata Mamit.
Lebih lanjut, ia menyarankan pemerintah untuk menghentikan pemborosan APBN karena uang negara bisa dialihkan untuk hal yang produktif di sektor lain yang membutuhkan.
Jika negara bisa mengalihkan Rp100 triliun dari subsidi BBM ke sektor pendidikan dan kesehatan, kata Mamit, dampak yang ditimbulkan akan luar biasa besar bagi kemajuan Indonesia.
"Berapa banyak siswa SD sampai SMA yang mendapatkan beasiswa. Setiap siswa mendapatkan Rp12 juta selama satu tahun, maka akan ada 8,3 juta siswa yang akan mendapatkan beasiswa selama satu tahun," ucapnya.
Ia mencontohkan bila setiap siswa mendapatkan sebesar Rp12 juta selama satu tahun, maka ada 8,3 juta siswa yang akan mendapatkan beasiswa selama satu tahun.
Sedangkan, bila membangun sekolah dengan biaya Rp2,5 miliar, maka akan ada 40 ribu sekolah yang bisa dibangun. Sementara itu, kalau untuk pembangunan puskesmas senilai Rp5 miliar, maka akan ada 20 ribu puskesmas terbangun.
"Itu kalau kita bisa melakukan penghematan Rp100 triliun. Bayangkan kalau kita bisa menghemat lebih besar lagi. Jadi, menurut saya lebih baik untuk hal produktif dan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat," pungkas Mamit.