Polemik Amplop Kiai, Yenny Wahid: Tak Kenal Budaya Ulama
Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Fernan Rahadi
Pendiri Pondok Pesantren Qoryatus Salam, Yenny Wahid, dalam acara Pembukaan Ponpes Programmer Pondok Pesantren Koding Qoryatus Salam yang berlokasi di Taraman, Ngaglik, Sleman, Selasa (22/2/2022). | Foto: Tangkapan layar Zoom
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putri almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid, ikut bersuara menanggapi pernyataan Ketua Umum PPP, Suharso Monorfa, terkait amplop kiai. Menurut dia, jika ada orang yang beranggapan seperti itu, maka menunjukkan yang bersangkutan tidak mengenal dan memahami budaya di lingkungan kiai ataupun ulama.
"Jadi kalau kiai-kiai disebut terlibat dalam money politics, saya rasa itu karena enggak kenal budaya kiai dan ulama," kata Yenny kepada wartawan, Sabtu (27/8/2022).
Yenny mengatakan, kiai dan ulama itu justru lebih banyak memberi kepada masyarakat daripada menerima sesuatu dari masyarakat. Sebagai contoh, banyak masyarakat yang datang ke mereka untuk meminta didoakan karena percaya silaturahmi ke kiai akan mendatangkan keberkahan.
"Banyak masyarakat yang datang sowan ke kiai untuk minta didoakan dan karena mereka percaya bahwa silaturahmi ke kiai akan mendatangkan keberkahan. Baik orang miskin dan kaya, pejabat dan orang biasa, semua diterima dan dihormati," kata dia.
Bahkan, dia menjelaskan, tidak jarang ada yang datang membawa sumbangan dan oleh-oleh, contohnya ada yang datang membawa hasil bumi seperti singkong, kelapa, dan lain-lain. Ada juga yang datang memberikan sumbangan berupa uang dan jumlahnya pun beragam.
"Bapak saya dulu sering diberi uang Rp 5.000 oleh masyarakat yang sowan. Namun banyak kiai yang bahkan besaran sumbangannya saja tidak tahu karena biasanya akan disalurkan langsung untuk keperluan pondok pesantren, membangun masjid, dan lain-lain," jelas dia.
Dia kemudian menceritakan pengalaman unik dengan salah satu tokoh kharismatik PPP, almarhum KH Maimun Zubair. Menurut dia, ketika beliau diberi amplop, amplopnya diterima, tapi kemudian dikembalikan lagi ke yang memberi.
"Beliau mengatakan bahwa sumbangannya beliau terima, dan karena sudah menjadi hak beliau, maka beliau memberikan kembali ke orang yang memberi sumbangan tersebut sebagai hadiah dari beliau," kata dia.
"Itulah akhlak kiai, yang bisa menolak secara halus, tanpa menyinggung perasaan orang yang ingin mendapatkan berkah," kata Yenny.