REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menyebutkan santri adalah salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional.
"Sebagai subkultur, kaum sarungan atau santri adalah salah satu kekuatan ekonomi nasional. Perannya sangat strategis dalam memajukan bangsa dan negara," katanya pada pidato kebudayaan di Hari Jadi Ke-3 Jejaring Dunia Santri, Sabtu (27/8/2022), sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (28/8/2022).
Pada acara yang berlangsung di Makara Art Center Universitas Indonesia (UI) itu hadir Ny Shinta Nuriyah Wahid, KH Said Aqil Siroj, KH Marsudi Syuhud, Gus Taj Yasin, serta Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI Bondan Kanumoyoso.
Sebagai subkultur, kata Gobel, santri memiliki seperangkat nilai, pola perilaku, benda-benda fisik, kelembagaan, dan lain-lain.
"Semuanya jika dikapitalisasi merupakan kekuatan ekonomi tersendiri. Karena jumlahnya besar, maka nilai ekonominya pun besar. Subkultur santri terbukti memiliki peran dan kedudukan strategis dalam sejarah bangsa dan negara," ujarnya.
Gobel mengatakan Presiden Jokowi memiliki visi membangun Indonesia dari pinggiran atau berarti dari desa. "Santri sebagian besar ada di desa. Mari kita jadikan produk desa menjadi produk lokal, lalu nasional, dan akhirnya menjadi produk global. Apalagi, jika menggunakan perangkat digital. Melalui ekonomi, santri akan mengglobal," katanya.
Pada kesempatan itu,Gobel menceritakan pengalamannya berkunjung ke Hokota, Jepang, awal Agustus 2022. Kota itu 50 tahun sebelumnya sebagai wilayah pertanian yang miskin.
"Namun, kemudian mereka memajukan pertaniannya. Mereka mengembangkan teknik sendiri, tanpa bantuan pakar dari universitas. Kini Hokota menjadi kota yang makmur dan menjadi pemasok hasil pertanian untuk seluruh Jepang," katanya.
Ia mengajak para santri untuk belajar ke petani Hokota untuk kemudian diterapkan di Indonesia. Selain itu, ia juga mengajak para santri untuk melihat industri elektronika yang ia miliki. Ajakan itu disambut tepuk tangan para hadirin.
Mantan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia itu juga menjelaskan perbedaan pabrik dan industri. Keduanya memang sama-sama ada mesin dan peralatannya, ada lahan, ada karyawan, dan ada produk yang dihasilkannya.
Jika pabrik berhenti pada membuat barang, katanya, maka industri tak berhenti di situ. Karena dalam industri harus ada ekosistem, tata nilai, harmoni sosial dan lingkungan hidup.
"Dalam industri berarti membangun peradaban, membangun manusia dan lingkungannya. Harus berpikir tentang keberlanjutan. Jadi, ini soal pola pikir," katanya.
Gobel mengakui bahwa untuk mewujudkan potensi kekuatan ekonomi kaum santri menjadi kekuatan ekonomi yang riil tidaklah mudah. "Butuh wawasan, skill, dana, pengalaman, dan terutama bersatu. Saya mengajak untuk membangun dan menguatkan koperasi. Ibarat lidi, jika sendiri mudah patah. Tapi, jika bersatu akan kuat," katanya.
Dengan demikian, kata Gobel, sarung dan kaum sarungan bukan sekadar simbol, identitas, atau corak budaya, tapi benar-benar menjadi kekuatan riil ekonomi nasional.
"Mari kita bangkit dengan bersatu untuk memajukan Indonesia," katanya seraya memberikan sarung yang dikenakannya untuk dijadikan ornamen seni instalasi.