REPUBLIKA.CO.ID, KHAIRPUR -- Sambil memegangi bayi yang pucat, Hameeda Khaskheli duduk dalam antrean panjang di sebuah stadion hoki di Khairpur di provinsi Sindh, Pakistan selatan. Sebuah kelompok bantuan telah mendirikan sebuah kamp medis darurat untuk korban banjir.
Khaskheli adalah satu dari puluhan ribu warga Pakistan yang terlantar akibat banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bencana ini disebabkan oleh hujan yang memecahkan rekor dan telah menggenangi separuh negara itu hingga menewaskan lebih dari 1.000 orang sejak pertengahan Juni.
Hujan terus-menerus dan banjir telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur dan lahan pertanian di seluruh negeri. Puluhan ribu rumah, jalan, dan jembatan semua hancur, hampir satu juta hewan hanyut.
Para korban banjir sekarang menghadapi cobaan yang lebih buruk, wabah penyakit yang ditularkan melalui air dan penyakit lainnya. Departemen Kesehatan Sindh mengkonfirmasi, lebih dari 170.000 orang, termasuk 52.000 menderita diare dari daerah yang terkena dampak banjir di provinsi tersebut. Sebanyak 72 kasus gigitan ular juga telah dilaporkan.
"Kami telah minum air yang tercemar dan tidak higienis selama beberapa hari karena semua yang ada di desa kami berada di bawah air," ujar Khaskheli yang berusia 30-an mengatakan kepada Anadolu Agency.
Desa Ahmedpur yang menjadi tempat tinggal Khaskheli adalah salah satu dari ratusan yang telah terendam banjir. Kondisi itu memaksa penduduk meninggalkan rumah dan mencari perlindungan di tenda-tenda di sepanjang jalan atau di sekolah-sekolah pemerintah.
Banjir besar bahkan tidak menyisakan jalan raya utama, menghambat transportasi barang-barang bantuan ke daerah-daerah yang terkena dampak, terutama di daerah-daerah terpencil. "Semua orang (dalam keluarga saya) sakit karena air yang tercemar dan kualitas makanan yang buruk. Tapi kondisinya (bayi) memburuk karena diare dan muntah-muntah," kata ibu empat anak yang tampak tak berdaya itu.
Ratusan orang juga berbaris di luar bangsal darurat Rumah Sakit Sipil yang dikelola pemerintah. Para dokter berjuang untuk mengatasi peningkatan jumlah pasien.
“Saya tidak bisa tidur lebih dari beberapa jam karena gatal dan ruam di tubuh saya,” kata Ghulam Mustafa Bozdar yang merupakan korban banjir lainnya.
Bozdar mengatakan, setengah dari 1.000 orang di desanya menderita diare, demam, dan penyakit kulit. Kepala rumah sakit Dr Zahida Parveen Soomro mengatakan, fasilitas kesehatan telah ditunjuk untuk mengobati penyakit yang ditularkan melalui air dan kulit karena peningkatan jumlah pasien di distrik yang dilanda banjir.
Wabah ini telah mendorong otoritas kesehatan pemerintah dan organisasi bantuan non-pemerintah untuk mendirikan klinik darurat dan kamp medis, terutama di daerah pedesaan. Upaya ini untuk mengatasi wabah besar beberapa penyakit yang ditularkan melalui air dan kulit.
Pemerintah juga telah meluncurkan kampanye fumigasi di puluhan kabupaten yang terkena dampak banjir, dengan alasan peningkatan jumlah pasien malaria dan demam berdarah. "Ratusan orang, terutama anak-anak, datang dengan keluhan diare, gastroenteritis, demam berdarah, malaria, dan masalah kulit," kata Mohammad Aslam Arain, seorang pejabat dengan Yayasan Al-Khidmat, salah satu organisasi bantuan non-pemerintah terbesar di negara itu.
"Ribuan lainnya (dengan keluhan serupa) masih terdampar di pinggiran kabupaten yang terendam banjir,” katanya.