REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Beberapa mantan pejabat keamanan Israel telah mendesak negara tersebut mempersiapkan kemungkinan aksi militer terhadap Iran. Mereka menilai Teheran semakin dekat memperoleh senjata nuklir.
"Ancaman Iran adalah ancaman strategis utama bagi negara Israel. Harus dipahami bahwa ini bukan hanya sebuah visi, tetapi bahwa Iran menginvestasikan upaya besar untuk mengembangkan kemampuan yang mengancam," kata mantan kepala Biro Politik Militer Kementerian Pertahanan Israel Amos Gilad, dilaporkan surat kabar Israel, Israel Hayom, Ahad (28/8/2022).
Gilad mengungkapkan, berdasarkan publikasi asing, Iran telah menempatkan 150 ribu roket yang diarahkan ke Israel di Lebanon. Selain itu, terdapat pula rudal jarak jauh.
“Fakta bahwa mereka (Iran) berada di ambang nuklir,” ucapnya.
Sementara itu, mantan penasihat keamanan nasional Israel Mayor Jenderal Yaakov Amidor, mengomentari tentang kesepakatan nuklir Iran 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). "Ini adalah kesepakatan yang buruk dan baik bahwa Israel telah menjelaskan bahwa mereka tidak terikat olehnya (JCPOA). Opsi diplomatik habis setelah Amerika memutuskan untuk mengejar kesepakatan (JCPOA) dengan cara apa pun,” kata Amidor.
Saat ini, pemerintahan Presiden AS Joe Biden memang tengah berupaya memulihkan JCPOA. Kesepakatan tersebut nyaris bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik AS dari JCPOA pada November 2018. Setelah itu Washington menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran. Merespons hal tersebut, Teheran pun memutuskan melakukan pengayaan uranium melewati ambang batas yang ditetapkan JCPOA.
"Saya tidak melihat cara apa pun yang tidak melibatkan kekuatan untuk meyakinkan Iran, karena Iran tidak berhenti di bawah tekanan diplomatik atau ekonomi. Ini mengharuskan kami untuk memastikan kami siap untuk opsi militer,” kata Yaakov Amidor.
Mantan kepala Direktorat Intelijen Pasukan Pertahanan Israel Letnan Kolonel Michael Segall turut menentang upaya AS memulihkan JCPOA. “Dalam waktu singkat, kesepakatan nuklir akan mengarah pada penguatan (kelompok) Hizbullah (di Lebanon) dan proksi (Iran) lainnya di kawasan,” ujarnya.