REPUBLIKA.CO.ID., TEHERAN -- Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Senin (29/8/2022) mengatakan program nuklir di negaranya telah dikendalikan sepenuhnya oleh pemilik aslinya dan musuh bebuyutan Israel tidak dapat mencegah kemajuan program itu melalui sabotase, pembunuhan, dan ancaman.
Raisi berpidato pada konferensi pers di Teheran, yang dihadiri oleh media lokal dan asing, dan bertepatan dengan hari peringatan setahun pemerintahannya setelah mengambil alih kekuasaan pada Agustus tahun lalu.
Mengacu pada pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, yang mana Teheran telah menuduh Israel dalang di balik insiden tersebut, presiden Iran menyebut pembunuhan itu tidak berhasil menghambat kemajuan nuklir Iran.
Dia mengatakan kegiatan nuklir dan teknologi nuklir adalah "hak" Iran sambil menekankan bahwa senjata nuklir tidak memiliki tempat dalam "doktrin pertahanan" negara itu, mengacu pada keputusan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Raisi menekankan bahwa "tidak ada yang bisa merampas" negaranya dari apa yang disebutnya "hak yang tidak dapat dicabut untuk teknologi nuklir yang damai."
Pernyataan itu muncul ketika Teheran dan Washington telah memasuki tahap terakhir untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015, dan kedua belah pihak saat ini saling memberikan komentar tentang rancangan proposal yang diajukan oleh Uni Eropa (UE).
Iran diperkirakan akan menyampaikan tanggapannya terhadap komentar Amerika Serikat (AS) tentang rancangan Uni Eropa pada hari Jumat, yang dapat membuka jalan bagi kebangkitan kembali kesepakatan setelah negosiasi maraton di Wina.
Mengenai pertanyaan apakah dia akan bersedia untuk bertemu atau berjabat tangan dengan Presiden AS Joe Biden selama KTT Majelis Umum PBB mendatang di New York, Raisi menjawab "tidak", dan dia menyebut pertemuan atau pembicaraan dengan Presiden Amerika "tidak berguna".
Raisi mengatakan Iran menuntut penghapusan dan pembatalan sanksi AS, dan mengatakan kebijakan penarikan AS dari perjanjian adalah "ilegal dan brutal".
Dia menambahkan bahwa sanksi tidak akan menghentikan ekspor Iran ke negara lain.
Mengenai apa yang dicari Teheran dari pembicaraan di Wina, dia mengatakan penghapusan sanksi harus dijamin dan masalah perlindungan yang terkait dengan pengawas nuklir PBB harus diselesaikan.
Dia juga berbicara tentang kebijakan “tetangga pilihan pertama” pemerintahnya, yang menegaskan kembali bahwa Teheran mengincar hubungan baik dengan negara-negara tetangga di kawasan itu.
Presiden Iran menambahkan bahwa "kehadiran orang luar" telah menimbulkan ketidakamanan.
Raisi juga menegaskan kembali pentingnya kehadiran Iran di Organisasi Kerjasama Shanghai dan hubungannya dengan China, dan menyatakan komitmen untuk memperluas kerja sama itu di berbagai bidang.
Mengenai hubungan dengan Rusia, dia mengatakan kedua negara telah bertukar dokumen dan telah memulai kerja sama dalam pengembangan bidang energi. Dia menambahkan bahwa pemerintahnya berkomitmen untuk menerapkan pakta kerja sama jangka panjang dengan Moskow sejalan dengan kesepakatan yang dicapai dengan China.
Mengenai pembicaraan pelonggaran ketegangan yang sedang berlangsung dengan Arab Saudi yang dimediasi oleh Irak, yang telah ditunda karena krisis politik di Baghdad, Raisi mengatakan negosiasi bergantung pada pihak lain yang memenuhi kewajibannya.
Dia juga mengecam pelanggaran Israel di Palestina dan menekankan penindasan "tidak akan bertahan lama" dan Palestina akan mendapatkan keadilan pada akhirnya, "bahkan jika itu membutuhkan waktu."