REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Integrasi merupakan bagian penting dan tidak bisa dipisahkan dalam konteks persatuan bangsa. Pemahaman ulang makna integrasi dan memahami perbedaan pun mutlak diperlukan bagi seorang dai.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud, menjelaskan sebagaimana kebhinekaan ketika pendirian Negara Madinah yang tercantum dalam Piagam Madinah, integrasi terlihat dari adanya penganut agama yang berbeda-beda yaitu Islam, Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
“Perbedaan itu tetap ada, tetapi dijadikan landasan semangat untuk mendirikan sebuah bangsa," jelas Kiai Marsudi, saat memberikan pengarahan dalam Standardisasi Dai yang ke-15 yang diselengarakan Komisi Dawah MUI, di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (29/8/2022).
Dikutip dari laman resmi MUI, Selasa (30/8/2022), dalam kaitannya dengan berdakwah, Kiai Marsudi, menyampaikan bahwa seorang dai harus memahami integrasi dan perbedaan serta memiliki jiwa yang mampu menjaga nilai-nilai kebangsaan seperti nilai mu'ahadah wathaniyah, darul mu'ahad, dan daarul mitsaq.
Dengan memahami perbedaan keduanya, maka akan menghantarkan kepada nilai-nilai kemaslahatan. Di samping itu, seorang dai juga akan dapat mengetahui siapa saja target-target dakwahnya.
Oleh sebab itu, Kiai Marsudi mengingatkan jangan lupa pemahaman kita yang dilandasi dengan prinsip
الجمع بين المصلحتين، مصلحه الخاصة ومصلحة العامة، و التوفيق والموازنة بين المصابيح المتضاربة، yaitu menyatukan antara dua kemaslahatan , kemaslahatan khusus dan kemaslahatan umum, merekonsiliasikan dan menyeimbangkan antara kemaslahatan yang bertentangan.
Lebih lanjut, Kiai Marsudi berpesan perbedaan background seperti NU dan Muhammadiyah bukan menjadi penghalang untuk membangun persatuan. Adanya kebijakan-kebijakan pemerintah, peraturan perundang-undangan, hingga ruang dakwah harus dibangun dan dijalankan bersama di atas perbedaan tersebut.