REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, menyoroti terkait rencana Pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikkan harga BBM disebut-sebut lantaran subsidi BBM membebankan APBN. Namun ia menyayangkan Pemerintah justru menggunakan dana APBN untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Ia merinci, Kementerian PUPR secara bertahap telah mengalokasikan anggaran pada 2022-2024 sebesar Rp 43,73 triliun yang nantinya digunakan untuk pembangunan prasarana dasar IKN, istana dan komplek perkantoran. Rincian penggunaan anggaran untuk IKN tersebut adalah pada Tahun Anggaran (TA) 2022 sebesar Rp 4,07 triliun, di TA 2023 sebesar Rp 20,48 triliun, dan pada TA 2024 direncanakan sebesar Rp 18,18 triliun.
"Penggunaan dana APBN secara besar-besaran untuk membangun IKN membuktikan kekhawatiran Fraksi PKS sejak awal bahwa proyek IKN hanya akan membebani APBN dan tujuan pemerataan yang diharapkan tidak akan tercapai," kata Suryadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/8/2022).
Ia mengungkapkan total anggaran KemenPUPR TA 2023 diperkirakan sebesar Rp 125,22 Triliun, dimana sebesar Rp 20,48 triliun dialokasikan khusus untuk IKN. Sehingga dengan demikian pada TA 2023 sekitar 16,57 persen dari total anggaran KemenPUPR hanya diperuntukkan untuk satu kota kecil seukuran IKN yang diperkirakan hanya akan dihuni sekitar 1,9 juta orang.
Sedangkan sisa anggaran KemenPUPR TA 2023 jika disebar secara merata ke seluruh Provinsi di Indonesia, maka masing-masing provinsi hanya akan mendapatkan sekitar Rp 2,8 Triliun saja atau hanya 2,25 persen dari total anggaran KemenPUPR TA 2023. Suryadi menambahkan, perbandingan lainnya dapat dilihat dari segi anggaran padat karya yang hanya naik sedikit saja dari TA 2022 sebesar Rp 13,64 Triliun menjadi Rp 14.34 Triliun pada TA 2023.
"Dibandingkan dengan anggaran padat karya pada TA 2021 sebesar Rp 24,27 Triliun, maka anggaran padat karya TA.2023 turun 40 persen dari anggaran padat karya TA 2021," ungkapnya.
Ia menyayangkan Pemerintah yang justru jor-joran dalam penggunaan APBN untuk pembangunan IKN. Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan janji awal Pemerintah yang akan melibatan swasta dalam pembangunan IKN.
"Apalagi setelah hengkangnya Softbank Group dari daftar investor IKN maka praktis hingga saat ini belum ada kejelasan pihak swasta mana yang akan menggarap proyek apa di IKN. Padahal pemindahan Ibu Kota tinggal dua tahun lagi dan diperkirakan akan membutuhkan dana sekitar Rp 480 Triliun. Oleh sebab itu F-PKS pesimis pemindahan IKN dapat berjalan seperti yang direncanakan pada tahun 2024," tegasnya.
Terkait pembangunan IKN, Suryadi mengatakan Fraksi PKS sejak awal mengingatkan agar Pemerintah tidak terburu-buru dalam pemindahan Ibu Kota. Hal ini dimaksudkan supaya Pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk merencanakan kebutuhan infrastruktur secara terukur dan mendapatkan pola kerjasama terbaik sehingga meminimalisir terjadinya pembengkakan biaya, dan tidak menjadi beban APBN pada saat pembangunan maupun pasca pembangunan.
"Fraksi PKS juga mengingatkan agar pembangunan IKN ini tidak menimbulkan kesenjangan baru, dimana hanya satu wilayah saja yang mendapatkan perhatian besar sedangkan wilayah Indonesia lainnya tidak mendapatkan perhatian yang sama besarnya. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan awal pemindahan IKN yaitu untuk pemerataan," katanya.
Baca juga : Pemerintah Diminta tak Lupakan Efek Kenaikan BBM 17 Tahun Lalu