REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang Mochamad Ali Syafaat menilai Pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) tidak mendesak. Akan lebih baik, pemerintah melakukan penguatan lembaga yang sudah ada.
Hal ini diungkap Mochamat Ali, saat diskusi publik tentang 'Menyoal Agenda Revisi UU TNI dan Rencana Pembentukan Dewan Keamanan Nasional’, Selasa (30/8/2022). “Pembentukan DKN melalui peraturan Presiden (Perpres) jelas bermasalah,” kata Ali, dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (30/8/2022).
Pembentukan DKN, menurut Mochamat Ali, bisa menimbulkan tumpang tindih fungsi dengan Menko Polhukam. Menurut Mochamat Ali, sebaiknya dilakukan penguatan lembaga lainnya yang sudah ada.
“Harusnya Menko Polhukam itu diperkuat secara kelembagaan, sehingga pembentukan DKNl tidak urgent,” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang ini.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Milda Istiqomah menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, pembentukan DKN perlu dipertanyakan. “DKN pantas digugat pembentukannya mengingat urgensinya masih belum terlihat mendesak untuk dibuat saat ini,” ungkap Milda.
Dijelaskannya, banyak lembaga negara yang memiliki fungsi memberikan nasihat kepada Presiden. “Pembentukan DKN akan menimbulkan tumpang tindih fungsi dan tugas antar Lembaga negara,” kata Milda.
Kepala Kantor LBH Malang, Daniel Siagian, mengungkapkan rancangan perpres tentang DKN terkesan terburu-buru dan tertutup. Ia menganggap pembentukan DKN seperti akan menghidupkan lembaga semacam Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan ketertiban (Kopkamtib) di masa orde baru.
“Pembentukan DKN akan menjadi ancaman baru bagi kehidupan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia,” kata Daniel.