REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menanggapi kegiatan rekonstruksi atas kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J). Ia menilai langkah rekonstruksi penting guna memperjelas peranan para tersangka.
Azmi menjelaskan rekonstruksi merupakan salah satu metode pemeriksaan dalam perkara pidana guna keperluan penyidikan. Caranya dengan diperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana atau melihat kualifikasi pengetahuan saksi tentang peristiwa kematian Brigadir J.
"Biasanya hasilnya akan dituangkan dalam berita acara ,yang tujuannya guna mendapat gambaran yang jelas tentang terjadinya tindak pidana tersebut dan menguji kesesuaian dan kebenaran keterangan saksi maupun relevansinya dengan alat bukti yang telah ditemukan penyidik," kata Azmi dalam keterangan yang dikutip Republika pada Selasa (30/8/2022).
Azmi menekankan pentingnya kehadiran para tersangka saat rekonstruksi, termasuk penyidik dan jaksa penuntut umum. Sehingga proses rekonstruksi akan lebih efektif karena terlihat spektrum persesuaian perbuatan, keterangan, alat bukti dan fakta agar menjadi jelas dan identik.
"Miris rasanya bila kematian seseorang dijadikan settingan, apalagi diketahui pelaku utama sampai berupaya menghilangkan barang bukti yang cenderung menghalangi penyidikan," ujar Azmi.
Azmi juga meyakini proses rekonstruksi ini akan menghimpun komposisi dalam melihat unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi. Dengan demikian kasus kematian Brigadir J dapat semakin terang benderang hingga mencapai tahapan meja hijau.
"Jadi dengan rekonstruksi ini diharapkan akan terlihat bentuk dan hal apa yang ada relevansi antara yang dilakukan oleh tersangka dan pengetahuan para saksi , siapa pelaku utamanya, siapa yang mengendalikan? Dengan sarana apa? Termasuk difungsikan untuk apakah barang bukti yang ada maupun kemana bekas tindak pidananya," ucap Azmi.
Diketahui, Putri Candrawati menyusul suaminya Ferdy Sambo menjadi tersangka kasus kematian Brigadir J. Selain itu, ada dua ajudan dan satu asisten rumah tangga merangkap sopir dalam kasus Brigadir J. Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Maaruf atau KM.
Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka menghadapi ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.