REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri BUMN era Megawati Soekarno Putri, Laksamana Sukardi meluncurkan karya buku berjudul "Pancasalah" di Jakarta. "Buku ini merupakan hasil pemikiran saya yang dirangkum dari studi literatur dan berbagai diskusi formal serta diskusi tidak formal," katanya, Selasa (31/8/2022).
Selain itu, buku itu juga bagian dari pengalamannya menekuni bidang ekonomi sebagai bankir profesional dan keterlibatan-nya dalam gerakan reformasi 1998 di Indonesia. Dia mengatakan, pernah bertugas sebagai Menteri Kabinet Gotong Royong RI (1999-2004) yang bertanggung jawab dalam restrukturisasi ekonomi dan dunia usaha di Indonesia, sangat memberikan kontribusi pemikiran yang dituangkan dalam buku itu.
Buku itu mengupas persoalan tata kelola negara, dimana Indonesia yang telah merdeka selama 77 tahun belum bisa maju sampai saat ini. Kata dia, Indonesia jauh tertinggal dibanding beberapa negara yang tidak memiliki sumberdaya alam, seperti Korea, Jepang, bahkan dengan Taiwan, Singapura, Thailand dan Vietnam.
"Dulu kita lebih maju dari Tiongkok. Sekarang jarak kemajuannya antara langit dan sumur," ujarnya.
Dia menjelaskan salah satu sebab yang mendasar ialah Indonesia memiliki produktivitas sumber manusia yang jauh lebih rendah dari negara-negara tetangga tersebut. Kemampuan meningkatkan produktivitas manusia tersebut pada umumnya terbelenggu oleh ? Lima Kesalahan" atau "Pancasalah", yaitu salah kaprah, salah lihat, salah asuh, salah tafsir, dan salah tata kelola.
Laksana mencontohkan, salah satu kesalahan dalam negara ini, yakni tata kelola. Tata kelola sebuah negara harus baik. Sehingga kalau ada penyelewengan dalam pengelolaannya bisa dikembalikan ke tata kelola yang baik.
Kalau negara ini belum bisa maju, kata dia, harus dilihat tata kelola-nya. "Misalnya dalam hal demokrasi. Bagaimana bisa peraturan yang menyangkut partai, diputuskan sendiri oleh DPR yang dikendalikan oleh partai," katanya.
Saat peluncuran buku, juga dilaksanakan bedah buku oleh sejumlah tokoh nasional, diantaranya Eros Djarot, Yudi Latif hingga Dahlan Iskan.