REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) memulai latihan militer gabungan terbesar pada Rabu (31/8/2022). Kurang dari 32 km dari perbatasan berbenteng dengan Korea Utara, pasukan gabungan Korsel dan AS latihan tembak-menembak dengan artileri, tank, dan senjata lainnya.
Latihan gabungan ini merupakan latihan tingkat divisi pertama untuk Divisi Infanteri ke-2/Divisi Gabungan Korsel-AS, satu-satunya divisi multinasional militer AS yang dibentuk pada 2015. Latihan termasuk tembakan langsung dari howitzer AS dan Korsel, tank, senapan mesin, dan mortir. Pesawat serang A-10 dan helikopter Apache juga berpartisipasi dalam latihan gabungan ini.
Peluru dari howitzer menghantam lereng gunung di Rodriguez Life Fire Complex, saat tank tempur utama dari kedua belah pihak bermanuver dan menembakkan senjata mereka ke sasaran, mengirimkan gelombang kejut ke seluruh lembah. Kolonel Brandon Anderson, wakil komandan divisi untuk manuver, mengatakan latihan itu tidak ditujukan pada satu musuh, tetapi mereka jelas memperhitungkan alasan aliansi AS-Korsel, mengacu pada Korea Utara.
"Latihan-latihan itu dirancang untuk mensimulasikan pertempuran dengan musuh dekat yang dapat menandingi sekutu dalam kemampuan, katanya.
"Kami sedang berlatih untuk operasi tempur skala besar,” kata Anderson. Ia mencatat bahwa konflik di Ukraina telah memberikan pelajaran tentang perlunya meningkatkan kemampuan artileri dan pengawasan jarak jauh hingga pengintaian.
Namun ia membantah bahwa latihan ini termasuk di antara latihan yang tertunda karena alasan politik. Ia mengeklaim bahwa alasan latihan tertunda oleh karena COVID-19 dan tantangan logistik untuk melakukan latihan multinasional dengan amunisi tajam.
Korsel dan AS telah melanjutkan latihan lapangan terbesar dalam beberapa tahun setelah upaya diplomatik dan pembatasan Covid-19 yang menyebabkan pengurangan tinggi dalam latihan. Sekutu memandang latihan kali ini merupkan bagian penting dari upaya mencegah Korea Utara dalam ancaman persenjataan nuklirnya yang berkembang.
Korea Utara sendiri menyebut latihan itu latihan untuk perang. Sekutu banyak membatalkan latihan besar mulai 2018 ketika Presiden AS saat itu Donald Trump mencoba membujuk pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk menyerahkan senjata nuklirnya. Covid-19 kemudian mengganggu lebih banyak rencana latihan.
Seorang mantan pejabat senior pertahanan mengatakan bahwa dalam banyak kasus pasukan AS dan Korsel terus berlatih tetapi tidak mempublikasikannya. Namun hal itu telah berubah, sebab Amerika Serikat dan Korea Selatan semakin menggembar-gemborkan aliansi mereka dalam menghadapi peningkatan uji coba rudal oleh Korea Utara, dan prospek uji coba senjata nuklir lainnya.