REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan terdapat potensi penurunan terhadap target pertumbuhan ekonomi 2023 yang sebesar 5,3 persen akibat ketidakpastian global.
"Kalau kita lihat 2023 ada tendensi revisi ke bawah terhadap proyeksi ekonomi," katanya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (32/8/2022).
Sri Mulyani menjelaskan salah satu faktor yang memunculkan potensi target pertumbuhan ekonomi tahun depan direvisi ke bawah adalah adanya kebijakan moneter yang hawkish dari bank-bank sentral di negara maju.
Bank-bank sentral di negara maju diperkirakan terus menaikkan suku bunga pada 2023 sehingga akan memukul pertumbuhan ekonomi dan berpotensi berdampak ke Indonesia dari sisi ekspor.
"Tentu saja ekspor kita yang bisa tumbuh di atas 30 persen mungkin bukan menjadi baseline yang terus terjadi," ujar Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, pemerintah akan sangat berhati-hati mengingat konsumsi juga berpotensi melemah akibat kenaikan harga komoditas padahal konsumsi menjadi penopang pertumbuhan ekonomi 2023.
"Ini yang kemudian perlu kita lihat untuk forecast tahun 2023. Faktor-faktor baru ini harus kita pertimbangkan," tegasnya.
Secara rinci, target pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,3 persen akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan tumbuh 5,2 persen, konsumsi LNPRT diperkirakan tumbuh 8,1 persen dan konsumsi pemerintah yang diperkirakan tumbuh 0,8 persen.
"Konsumsi rumah tangga akan tetap bertahan di atas 5 persen berarti sebuah asumsi yang cukup optimis," katanya.
Kemudian investasi yang diproyeksikan tumbuh 6,1 persen, ekspor 8 persen, impor 7,1 persen, manufaktur 5,3 persen, pertanian 3,7 persen, perdagangan 5,4 persen, konstruksi 6,5 persen, pertambangan 3,2 persen dan transportasi 7,4 persen.
Ia menambahkan, untuk investasi yang tahun depan ditargetkan tumbuh 6,1 persen harus membutuhkan usaha yang lebih besar mengingat pada kuartal II-2022 ini masih di level sekitar 3 persen.
Beberapa dukungan diperlukan untuk mencapai target investasi 2023 baik dari sisi perbankan, capital market maupun terciptanya easy of doing business untuk mampu menarik capital inflow.
Sedangkan sektor-sektor yang terkena scarring effect lebih dalam akibat pandemi COVID-19 seperti konstruksi, transportasi dan akomodasi diperkirakan baru akan mulai pulih secara cukup baik pada 2023.
"Tentu ini kalau tidak terpengaruh oleh situasi global," tegas Sri Mulyani.