REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya menyebut Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Metro Penjaringan beserta anggotanya ditangkap dan dibawa ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Mereka dibawa karena diduga menyalahgunakan wewenang saat bertugas.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Endra Zulpandi Jakarta, Rabu, mengatakan personel Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Paminal Divpropam) Mabes Polri sudah memeriksa yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan penyalahgunaan wewenang tersebut.
"Kepala Polsek Penjaringan ditangkap tidak benar, yang ada Kanit (Kepala Unit)-nya beserta dengan anggotanya diamankan oleh Paminal Mabes Polri terkait penyalahgunaan wewenang dalam tugasnya. Total yang ditangkap saya tidak bisa sebutkan," kataZulpan.
Menurut Zulpan, Kapolsek Penjaringan Kompol Ratna Quratul Ainy juga diperiksa. Namun hanya untuk diambil keterangannya sebagai bentuk pertanggungjawaban. "Sesudah Biro Paminal Divpropam Mabes Polri mendapat keterangan dari Ratna, mereka mengembalikan lagi yang bersangkutan untuk berdinas seperti biasa," kata Zulpan.
Adapun untuk Kanit, Perwira Unit dan anggota Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan, sampai saat ini masih belum dipulangkan dari Mabes Polri. "Dengan (Kapolsek Metro Penjaringan) sudah dikembalikan maka kelihatannya tidak ada kaitannya. Nah, sementara untuk Kanitnya belum dikembalikan dari Mabes Polri," kata Zulpan.
Zulpan tidak merinci dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kanit Reskrim Polsek Penjaringan dan anggotanya.
Selanjutnya, Zulpan mengatakan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Fadil Imran akan menindaklanjuti segala bentuk pelanggaran yang ditemukan Mabes Polri dari anggotanya dengan mengambil tindakan tegas, khususnya untuk Kanit, Panitdan anggota Unit Reskrim Polsek Metro Penjaringan.
Kapolda juga berencana melakukan penempatan khusus (patsus) kepada anggota yang terbukti melakukan pelanggaran, baik pelanggaran disiplin maupun pelanggaran etik, selama 20 hari.