REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakanstunting atau kerdil di Kota Pahlawan, Jawa Timur, menurun drastis dalam dua tahun terakhir dengan persentase lebih dari 90 persen.
"Saya ingin Surabaya menuju zero stunting," kata Wali Kota Eri Cahyadi di Surabaya, Rabu (31/8/2022).
Pemerintah Kota Surabaya mencatat, data pada tahun 2020, prevalensi stunting di Kota Surabaya mencapai angka 12.788 kasus. Angka tersebut, turun drastis pada tahun 2021 menjadi 6.722 kasus. Selanjutnya pada tahun 2022 per bulan Juli, stunting kembali turun menjadi 1.219 kasus.
Menurut dia, untuk menuju zero stunting, Pemkot Surabaya tidak bisa bekerja sendiri. Makanya, lanjut dia, melalui Rembuk Stunting pemkot menjalin kerja sama dengan instansi dan stakeholder terkait mulai dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur, Organisasi Profesi Kesehatan, serta perguruan tinggi di Kota Surabaya.
"Itulah yang kami lakukan dan kami kerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) juga. Karena sebelum (pasangan) menikah, itu sebenarnya stunting kami bisa jaga dari pencegahannya yang paling baik," kata dia.
Artinya, lanjut dia, pencegahan stunting yang dilakukan di Kota Surabaya, tidak hanya saat baru balita pertama kali lahir. Namun, sebelum pasangan itu menikah hingga masa tumbuh kembang anak, upaya mencegah stunting terus dilakukan.
"Sebelum mereka (pasangan) menikah ada rapatdi Kemenag. Ada surat rekomendasi juga dari lurah. Nah itu kami bisa tahu datanya siapa saja di situ," kata dia.
Bahkan, ketika sang anak sudah mengenyam pendidikan di tingkat dasar, upaya pencegahan stunting ke depan juga akan dilakukan pemkot. Pencegahan itu di antaranya adalah dengan memberikan tambahan vitamin zat besi kepada sang anak.
"Di situ kami berikan yang namanya vitamin. Karena di situ ada pemeriksaan kesehatan, mulai dari tinggi dan lingkar badan. Itu yang kami lakukan ke depan," kata dia.
Tidak hanya itu, Wali Kota Eri juga menyebutkan, bahwa untuk memasifkan upaya pencegahan stunting, pemkot telah menjalin kerja sama dengan seluruh rumah sakit dan bidan. Ketika ada kelahiran bayi, maka pihak rumah sakit maupun bidan akan melaporkannya kepada Pemkot Surabaya.
"Nanti bayi itu lahir pertama kali kami sudah disampaikan data. Bayi itu berat dan panjangnya berapa, itu bisa kami tahu dan intervensi dilakukan. Pada waktu masa kehamilan itu juga sebelum melahirkan kami lakukan," kata dia.
Sementara di saat masa pertumbuhan balita, lanjut dia, pemantauan secara berkala juga dilakukan pemkot dengan melibatkan Kader Surabaya Hebat (KSH). Apalagi, melalui Rembuk Stunting dengan melibatkan stakeholder terkait, dia meyakini, Surabaya segera menuju zero kasus.
"Dengan kolaborasi yang luar biasa ini, maka kami yakin Surabaya menjadi zero stunting. Insya Allah ketika di lapangan, maka pendampingan-pendampingan itu juga dilakukan teman-teman dari perguruan tinggi," ujar dia.