Kamis 01 Sep 2022 00:24 WIB

Deportasi Imam Asal Maroko Atas Tuduhan Anti-Yahudi Jadi Kemenangan Prancis?

Hassan Iquioussen imam asal Maroko akan dideportasi dari Prancis

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Beberapa organisasi masjid di Prancis memprotes keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mendeportasi imam Muslim terkenal Hassan Iquioussen. Deportasi dilakukan kepada Hassan karena beberapa tuduhan yang menurut komunitas Muslim tidak berdasar.
Foto: Anadolu Agency
Beberapa organisasi masjid di Prancis memprotes keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mendeportasi imam Muslim terkenal Hassan Iquioussen. Deportasi dilakukan kepada Hassan karena beberapa tuduhan yang menurut komunitas Muslim tidak berdasar.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS–Pengadilan administratif tertinggi Prancis memutuskan bahwa seorang Imam Maroko kelahiran Prancis yang dituduh pemerintah menyebarkan kebencian, dapat dideportasi. Putusan ini keluar pada Selasa (30/8/2022).

Keputusan tersebut membatalkan putusan sebelumnya oleh pengadilan Paris yang menangguhkan perintah deportasi terhadap Hassan Iquioussen pada Juli lalu karena menghasut kebencian, diskriminasi, dan kekerasan. 

Baca Juga

Iquioussen dituduh menghasut kebencian terutama terhadap komunitas dan wanita Yahudi.

Conseil d'Etat, yang bertindak sebagai Mahkamah Agung Administratif menjelaskan, putusan ini bertentangan dengan putusan pertama, bahwa deportasinya ke Maroko tidak akan menjadi campur tangan yang tidak proporsional dengan haknya untuk menjalani kehidupan pribadi dan keluarga yang normal.

Dilansir dari Al Arabiya, Selasa (30/8/2022), Iquioussen (58 tahun), lahir di Prancis dan keluarga dekatnya tinggal di sana. Meskipun dia tidak memiliki kewarganegaraan Prancis.

Menteri Dalam Negeri, Gerald Darmanin, bersuara di Twitter setelah putusan itu, menyebutnya, “Kemenangan besar bagi Republik. Dan Dia (Iquioussen) akan dideportasi dari tanah nasional.”

Pengacara Iquioussen, Lucie Simon, juga bereaksi terhadap keputusan tersebut di Twitter. Dia mengatakan bahwa pertempuran hukum belum berakhir dan bahwa kliennya masih mempertimbangkan untuk pergi ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa. “Diskriminasi tidak diperangi dengan menciptakan diskriminasi yang baru,” tulisnya.

Selama sidang yang panjang pekan lalu, Simon mengatakan kliennya konservatif dan membuat komentar yang memang disesalkan. Tetapi itu tidak membuatnya menjadi ancaman bagi ketertiban umum.

Dia juga mengatakan bahwa tidak ada dakwaan baru, terutama komentar anti-Semit, dan bahwa meskipun berada di bawah pengawasan badan intelijen sejak akhir 1990-an, dia tidak pernah dituntut atau dihukum.

Tuduhan menimbulkan kebencian serta anti-Semitisme dan seksisme berasal dari komentar di pidato publik antara 2003 dan 2019. 

Padahal Iquioussen mengembangkan pengikut yang luas untuk khutbahnya di masjid-masjid serta ceramah online hingga 174 ribu pengikut YouTube dan 44 ribu pengikut Facebook.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement