REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang sudah digulirkan presiden dipastikan berpotensi menyengsarakan rakyat, terutama bagi rakyat kelas paling bawah. Bahkan kenaikan ini juga bisa memukul para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir ikut mengkritik rencana kenaikan BBM ini. Ia menyayangkan apabila memang benar pemerintah jadi menaikkan BBM bersubsidi September tahun ini. Padahal, rakyat kecil sedang merangkak memulihkan ekonominya yang selama dua tahun sebelumnya stagnan karena pandemi Covid-19.
“Harusnya meringankan beban rakyat, caranya mengendalikan harga BBM untuk rakyat. Dengan kata lain, memberikan tambahan subsidi BBM untuk rakyat miskin sebesar Rp 11,2 trilun,” kata Hafisz, dalam keterangannya Kamis (1/9/2022).
Menurut dia, kalaupun keputusan menaikkan BBM ini tidak bisa dicegah, maka harus ada solusi tepat bagi mereka dari ekonomi yang paling bawah. Pemerintah harus berani melakukan terobosan untuk menekan inflasi. Setidaknya harga pangan bisa terkontrol dan tidak melambung tinggi.
Ia berharap pemerintah mestinya fokus pada pembenahan sektor pangan. Langkah ini dipandang lebih konkret ketimbang menaikkan harga BBM. “Fokus kepada ketahanan pangan karena dunia akan mengarah ke sana pasti. Jangan belok-belok bicara pensiunan menjadi beban negara, itu menyakitkan orang tua kita semua,” keluhnya.
Politikus fraksi PAN itu menyebut agar pertumbuhan ekonomi nasional tak terganggu, pemerintah perlu menyusun langkah-langkah strategis. Salah satunya dengan mengurangi impor dan memperkuat ekspor. Menurutnya, langkah sederhana ini bisa mengurangi tekanan inflasi agar nilai rupiah tidak ambruk.