Kamis 01 Sep 2022 16:21 WIB

Dulu PDIP Tangisi Kenaikan Harga BBM, Sekarang Bisa Pahami Situasi Sulit Era Jokowi

PDIP mengerti beban yang ditanggung pemerintah jika harga Pertalite tidak dinaikkan.

Seorang buruh membentangkan poster saat berunjuk rasa di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022). Mereka menyerukan sejumlah tuntutan salah satunya menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Seorang buruh membentangkan poster saat berunjuk rasa di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022). Mereka menyerukan sejumlah tuntutan salah satunya menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro, Amri Amrullah, Antara

Pemerintah di ambang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini mendapatkan subsidi, seperti Pertalite. Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), hingga kini pemerintah masih menghitung besaran kenaikan Pertalite cs.

Baca Juga

"BBM semuanya masih pada proses dihitung dikalkulasi dengan hati-hati," ujar Jokowi, seusai meluncurkan teknologi 5G mining di Mimika, Kamis (1/9/2022).

Jokowi memastikan, pemerintah akan berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait BBM. "Masih dalam proses dihitung dengan penuh kehati-hatian ya," kata dia.

Rencana kenaikan harga BBM kecil kemungkinan dibatalkan oleh Jokowi. Mengingat, sehari sebelumnya, secara simbolis Jokowi menyerahkan bantuan langsung tunai (BLT) pengalihan subsidi BBM di Kantor Pos Cabang Sentani, Kabupaten Jayapura.

Menurut Jokowi kemarin, BLT yang diberikan kepada masyarakat sebesar Rp 150 ribu selama empat kali dan disalurkan dalam dua tahap untuk 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat. Ia berharap, dengan BLT yang diberikan pemerintah ini dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat sehingga bisa menjaga tingkat konsumsi.

Seperti diketahui, pemerintah telah menyiapkan bantalan sosial terkait pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 24,17 triliun. Bantalan sosial ini mulai disalurkan pada pekan ini kepada masyarakat.

"Jadi total bantalan sosial yang tadi ditetapkan oleh Presiden untuk bisa dieksekusi mulai dilakukan pada minggu ini adalah sebesar Rp 24,17 triliun,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat keterangan pers di Kantor Presiden, didampingi Menteri Sosial dan Gubernur Bank Indonesia, Senin (29/8/2022).

Selain ragam respons baik yang pro dan kontra terhadap rencana kenaikan harga BBM, menarik untuk mencermati tanggapan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Menurut Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, kebijakan kenaikan harga BBM akan berimplikasi kepada banyak sektor untuk masyarakat.

"Implikasi dari kenaikan BBM kan sangat luas, tetapi yang penting saat ini pemerintah telah menyiapkan suatu bantalan sosial agar di tengah tekanan inflasi itu dampak terhadap kemiskinan, pengangguran, itu bisa ditekan dengan berbagai stimulus yang dilakukan," ujar Hasto dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (31/8/2022).

PDIP, jelas Hasto, mengerti beban yang ditanggung oleh pemerintah jika harga BBM jenis Pertalite tak dinaikkan. Kebijakan tersebut terjadi akibat adanya situasi global yang membuat banyak menjadi terdampak.

"Tetapi dalam sisi yang lain berbagai komoditas kita itu kan juga membawa implikasi kepada surplus perdagangan kita, sehingga di dalam hal yang sulit itu kami meyakini Pak Jokowi akan mengambil keputusan yang terbaik," ujar Hasto.

Baca juga : Pertamina Turunkan Harga BBM Nonsubsidi per 1 September

"Kami juga memberikan masukan-masukan bagaimana kami harus melakukan langkah-langkah konsolidasi dalam menghadapi masa-masa yang tidak mudah ini," sambungnya.

Berbeda dengan PDIP, Partai Keadilan Sejahtara (PKS) lewat pernyataan resminya hari ini dengan tegas menolak rencana kenaikan harga BBM. Presiden PKS, Ahmad Syaikhu berpendapat bahwa kebijakan ini akan menurunkan daya beli masyarakat dan akan menambah jumlah orang miskin.

"Berangkat dari jeritan hati dan suara rakyat, demi menyuarakan rasa keadilan rakyat, DPP PKS menyatakan dengan tegas menolak kebijakan kenaikan harga BBM dan Solar bersubsidi," kata Syaikhu dalam keterangan, Kamis.

Syaikhu mengatakan, mereka yang terkena dampak kenaikan BBM khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih usai pandemi. Dia melanjutkan, kenaikan harga pangan dan energi secara langsung akan berdampak pada meningkatnya jumlah orang miskin.

Dia mengatakan, mayoritas masyarakat Indonesia saat ini berada dalam kategori rentan miskin. Menurutnya, sedikit saja ada guncangan ekonomi akibat kenaikan harga BBM maka akan membuat mayoritas masyarakat rentan tersebut jatuh miskin.

Baca juga : Kodam Jaya Siap Bantu Polda Metro Jaya Jaga Keamanan Jelang Kenaikan BBM

"Ditambah lagi, saat ini sedang terjadi krisis pangan dan energi. Harga-harga sembako saat ini sudah naik, apalagi nanti saat BBM dinaikkan," katatanya.

Syaikhu menambahkan, beberapa waktu yang lalu, rakyat sudah terpukul kenaikan harga minyak goreng. Belum selesai harga minyak goreng melonjak, harga telur meroket. Rumah tangga di seluruh Indonesia akan semakin terpukul jika harga BBM bersubsidi naik.

"Kalau BBM dan Solar bersubsidi ikut naik, harga secara keseluruhan akan naik signifikan. Akan terjadi efek domino di sektor lainnya," katanya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement