REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Belgia telah melaporkan kematian pertama akibat cacar monyet. Ia menjadi negara ketiga di Eropa yang mencatatkan korban meninggal akibat penyakit tersebut.
“Kematian pertama Belgia adalah pasien cacar monyet dengan kondisi medis yang mendasarinya,” kata lembaga kesehatan masyarakat, Sciensano, dalam laporannya, Kamis (1/9/2022). Hingga akhir Agustus, Belgia sudah mencatatkan 706 kasus cacar monyet. Sebanyak 32 di antaranya memerlukan rawat inap.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakin wabah cacar monyet di Eropa bisa dieradikasi. “Kami yakin, kita dapat menghilangkan penularan cacar monyet yang berkelanjutan dari manusia ke manusia di wilayah (Eropa). Untuk bergerak menuju eliminasi, kita perlu segera meningkatkan upaya kita,” kata Direktur Regional WHO untuk Eropa Hans Kluge, Selasa (30/8/2022).
Selama beberapa pekan terakhir, angka infeksi cacar monyet di sejumlah negara Eropa, seperti Prancis, Portugal, Jerman, Spanyol, dan Inggris mengalami penurunan. Menurut pejabat WHO untuk penanganan cacar monyet di Eropa, Catherine Smallwood, salah satu faktor signifikan yang kemungkinan menyebabkan perlambatan penularan adalah deteksi dini.
Dalam konteks ini, pasien atau terduga pasien yang mengalami gejala awal cacar monyet segera melakukan isolasi diri lebih cepat. “Kami memiliki beberapa bukti anekdot yang cukup bagus bahwa orang-orang, terutama pria yang berhubungan seks dengan pria yang berada dalam kelompok risiko tertentu, jauh lebih tahu tentang penyakit ini," ungkap Catherine.
WHO memang sempat menyampaikan bahwa sebagian besar kasus cacar monyet yang telah terkonfirmasi ditemukan pada pria homoseksual. Penelitian tengah dilakukan untuk mengungkap korelasi antara kedua hal tersebut.
Sejauh ini, terdapat lebih dari 47.600 kasus cacar monyet terkonfirmasi yang tersebar di 90 negara. WHO telah menetapkan penyakit tersebut sebagai darurat kesehatan global pada 23 Juli lalu. Tantangan penanganan wabah ini adalah masih terbatasnya pasokan vaksin.
Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) telah menyetujui penggunaan vaksin yang dikembangkan perusahaan bioteknologi asal Denmark, Bavarian Nordic. Namun karena masih terbatasnya kuantitas produksi, hal itu menghambat kampanye vaksinasi cacar monyet.