REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, sebagai pelanggaran terhadap HAM.
Dari hasil kesimpulan penyelidikan, dan investigasi yang dilakukan lembaga adhoc itu, terjadi dua praktik pelanggaran HAM. Pertama, kematian Brigadir J merupakan extra judicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum. Kedua, terjadi obstruction of justice atau praktik sistematis untuk menghambat proses penyidikan.
Ketua Tim Investigasi Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam mengatakan, timnya, menemukan sedikitnya 20 fakta peristiwa kronologis. Fakta peristiwa tersebut, terbagi ke dalam sembilan temuan, yang menyimpulkan terjadinya extra judicial killing, dan obstruction of justice.
“Berdasarkan temuan faktual dalam peristiwa kematian Brigadir J, bahwa terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J, yang merupakan tindakan extra judicial killing,” ujar Anam, saat konfrensi pers di Komnas HAM, di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Terjadinya pembunuhan tersebut, menurut Anam, lantaran motif peristiwa adanya dugaan amoral. “Adanya dugaan kekerasan seksual,” kata Anam. Dugaan kekerasan seksual tersebut, lanjutnya, Brigadir J, terhadap Putri Candrawathi Sambo (PC).
Peristiwa itu, dikatakan Anam, terjadi pada Kamis (7/7), di Magelang, Jawa Tengah (Jateng), sehari sebelum pembunuhan Brigadir J, di rumah Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga 46, Jakarta Selatan.